Makalah Hakekat dan Proses Pendidikan

BAB I
A.    Hakekat dan proses pendidikan
Ø  Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah suatu factor yang amat sangat penting di dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau yang hendak di tuju oleh pendidikan.
Tujuan Pendidikan akan menentukan kearah mana anak didik akan dibawa. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia.  Tujuan pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu menurut islam dan tujuan pendidikan secara umum.
tujuan pendidikan secara umum dapat dilihat sebagai berikut:
1.   Tujuan pendidikan terdapat dalam UU No2 Tahun 1985 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertagwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan kerampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan berbangsa.
2.   Tujuan Pendidikan nasional menurut TAP MPR NO II/MPR/1993 yaitu  Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan memepertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.
3.   TAP MPR No 4/MPR/1975, tujuan pendidikan adalah membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.



B.     HAKEKAT BELAJAR
Ø  Ciri ciri dalam belajar
ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
2.   Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
3.      Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
4.      Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1.      Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4.Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6.Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
C.    HAKEKAT PEMBELAJARAN
Ø  Unsur-unsur dalam pembelajaran
Belajar adalah suatu kegiatan yang sadar tujuan. Artinya kegiatan pembelajaran tersebut dengan secara sadar diarahkan kepada pencapaian tujuan tertentu. Dalam setiap situasi pembelajaran setidak-tidaknya terdapat beberapa unsur dinamis yang harus diperhatikan demi berhasilnya kegiatan belajar tersebut. Unsur-unsur dinamis tersebut antara lain : stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respon yang dipelajari, penguatan (reinforcement) dan umpan balik, pemakaian dan pemindahan (transfer) dan kemampuan manusia untuk belajar.
v  Stimulus belajar Dalam stimulus belajar, bahan yang dipelajari harus disajikan kepada mahasiswa dalam suatu bentuk yang dapat mengkomunikasikan informasi dengan sebaik-baiknya.
v  . Perhatian dan motivasi Tidak mungkin kegiatan belajar dapat terjadi tanpa adanya perhatian dan motivasi mahasiswa terhadap stimuli belajar. Dosen hendaknya menimbulkan dan mempertahankan perhatian mahasiswa dalam kegiatan belajar. Menimbulkan perhatian permulaan tidak sukar kiranya dalam kegiatan belajar, karena biasanya dosen mempunyai perhatian besar pada kelas pada permulaan kuliah.
v  Respon yang dipelajari Belajar adalah suatu proses yang aktif. Apabila mahasiswa tidak dilibatkan kepada bahan yang dipelajari, kiranya kegiatan belajar sedikit sekali memberikan manfaat. Pelibatan ini meliputi perhatian, proses internalnya terhadap informasi, dan tindakan yang nyata.
v  Penguatan dan umpan balik Setiap tingkah laku yang diikuti oleh atau dilihat memberikan kepuasaan terhadap satu atau lebih kebutuhan mahasiswa akan mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk diulangi bila diperlukan kembali.
v  Pemakaian dan pemindahan Pikiran mahasiswa sanggup menyimpan informasi dan kata-kata dalam jumlah yang hampir tidak terbatas. Dalam penyimpanan hal yang luar biasa jumlahnya ini, penting sekali peranan pengaturan dalam menempatkan informasi tersebut sehingga dapat digunakan kembali apabila diperlukan.
v  Kemampuan manusia Organisme manusia adalah suatu sistem belajar yang sangat efektif. Telah dikembangkan dalam organisme manusia kemampuan tertentu yang unik untuk memproses informasi dan melaksanakan kegiatan belajar.

D.    TEORI TEORI DLAM PEMBELAJARAN
Ø  Macam macam teori belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme,  teori belajar kognitivisme, dan  teori belajar konstruktivisme.  Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.

1. Teori belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori  Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif  ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.

E.     DASAR-DASAR PEMBELAJARAN
Ø  Asas asas dalam pembelajaran
a.   Tujuan Belajar
Tujuan adalah perangkat hasil yang hendak dicapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar. Tujuan yang disadari oleh siswa sendiri sangat bermakna dalam upaya menggerakkan kegiatan belajar untuk mencapai hasil yang optimal.
Sehubungan dengan deskripsi tugas yang menjelaskan apa yang mereka harus lakukan, juga perlu dipertunjukkan/diberitahukan tujuan yang hendak dicapai oleh siswa, setelah pembelajaran tersebut di¬laksanakan. Hal ini perlu agar para siswa mengetahui tujuan daripada kegiatan itu. Misalnya mengapa penting dan bagaimana tujuan itu dapat membantu mereka. Para siswa akan melakukan kegiatan dan berperan serta lebih baik. Untuk itu guru perlu membangun dalam diri siswa predisposisi yang dapat menambah inklinasi belajar.
Asas ini paling efektif apabila diterapkan pada permulaan urutan pembelajaran. Cara pemberitahuannya tujuan kepada siswa memang juga krusihe teacher must be sincere and convicting in making introduc¬tory remarks about the purposes of the activity (Kourilsky., 1987, h. 15). Jika mungkin, hubungkan kegiatan dengan pribadi siswa, dan jelaskan bagaimana kegiatan itu berpengaruh positif terhadap mereka perolehan bila mereka berpartisipasi dalam pembelajaran itu.
Upaya yang mungkin dilakukan untuk mengarahkan perhatian siswa kepada tujuan pelajaran, antara lain sebagai berikut :
1). Bagi siswa yang berada pada tingkat lanjutan, dapat diberikan suatu tes nyata, lalu individu menerima umpan balikan, serta ban¬tuan mengerjakan tes, dan melaksanakan diskusi kelompok kecil. Dengan cara ini diharapkan siswa lebih siap berpartisipasi secara aktif dalam pelajaran tersebut.
2).  Bagi siswa tingkat SD, barangkali lebih efektif jika menggunakan situasi kehidupan nyata berdasarkan pengalaman siswa sendiri atau dari contoh media yang kemudian didiskusikan sehingga mereka lebih terarah pada pelajaran karena merasa jelas nilai pelajaran itu bagi mereka.
3).  Mempertunjukkan nilai pelajaran itu bagi pribadi dan intelektual siswa, misalnya meningkatkan keterampilan berpikir kritis, memperbaiki cara berkomunikasi, sehingga mereka lihat penting¬nya pelajaran itu dan melakukan kegiatan sebagaimana mestinya.
b.   Motivasi Belajar
Motivasi sering tumpang tindih dengan asas-asas belajar lainnya, namun demikian kita perlu mengenal konsep pokok (key concept) dari¬pada motivasi kelas ini sebagai suatu asas belajar tersendiri.
Tafsiran tentang motivasi menurut pandangan lama, sering di¬anggap sama artinya dengan perhatian. Misalnya guru berupaya menarik perhatian siswa terhadap pokok yang akan diajarkan dengan cara tertentu, sehingga siswa tertarik minatnya untuk mempelajari bahan yang baru tersebut. Tumbuhnya perhatian dan minat siswa be¬lajar dianggap telah tumbuhnya motivasi belajar siswa bersangkutan.
Motivasi dapat bersumber dan dalam diri siswa sendiri berdasar¬kan kebutuhan, dorongan dan kesadaran pada tujuan belajar. Motivasi ini disebut motivasi intrinsik. Motivasi belajar dapat juga tumbuh berkat rangsangan dan tekanan atau desakan dari luar, misalnya dengan hadiah, ganjaran, hukuman dan pemberian harapan lainnya, yang di¬sebut motivasi ekstrinsik. Kedua jenis motivasi ini berdayaguna dalam melakukan proses belajar, kendatipun motivasi yang bersumber dari diri sendiri dinilai lebih baik.
Kendatipun demikian, motivasi ekstrinsik perlu digerakkan dan digunakan untuk mendorong kegiatan belajar siswa, dengan cara men¬ciptakan kondisi-kondisi yang relevan.
Kondisi-kondisi kelas berikut ini dapat meningkatkan motivasi di dalam kelas: suasana lingkungan kelas, keterlibatan siswa secara lang¬sung, mendorong keberhasilan, transfer dan retensi.
Suasana Lingkungan Kelas
Pada umumnya, siswa memberikan respons dan berperilaku baik jika guru bersifat menunjang dan membantu selama berlangsungnya pembelajaran. Motivasi siswa dipengaruhi secara positif oleh guru yang bersemangat dan antusias terhadap isi/materi yang diajarkannya. Guru juga perlu memberikan umpan balik yang positif sepanjang berlang¬sungnya kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, guru perlu menciptakan suasana lingkungan kelas yang menyenangkan (comportable) dan menunjang (supportive), sehingga membangkitkan motivasi siswa un¬tuk mencapai hasil belajar yang positif.
Keterlibatan Langsung Siswa
Jika mata ajaran dalam kelas dihubungkan dengan kehidupan pribadi siswa dan minatnya, maka proses belajar biasanya lebih me¬libatkan dan memotivasi siswa. Karena itu guru hendaknya memilih topik pelajaran yang populer bagi para siswa, agar mereka secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Karena itu guru perlu sewaktu-waktu mengubah pelajaran yang diberikannya untuk meng-akomodasikan minat dan daerah keterlibatan pribadi siswa.

Menjamin Keberhasilan
Umumnya siswa akan memberikan respons yang positif bila mereka mengalami keberhasilan. Memang kadang-kadang ada siswa yang justru bekerja keras setelah mengalami kegagalan, namun umumnya motivasi belajar lebih meningkat berkat tumbuhnya rasa keberhasilan. Karena itu, guru hendaknya berupaya sebanyak mung¬kin memberikan kesempatan berhasil kepada siswa sepanjang urutan belajar. Untuk itu, guru dituntut memberikan penguatan ekstra (extra reinforcement) dan bimbingan, agar supaya siswa mau belajar lebih keras dengan penuh perhatian melaksanakan tugas-tugas belajarnya.

F.     MOTIVASI DALAM BELAJAR
Ø  Jenis dan sifat motivasi
Para ahli ilmu jiwa mempunyai pendapat bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder.
1. Motivasi Primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal umumnya berasal dari segi biologis, atau jasmani manusia. Manusia adalah makhluk berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh insting atau kebutuhan jasmaninya. Di antara insting yang penting adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mempertahankan diri, rasa ingin tahu, memangun, dan kawin. (Koeswara, 1989:Jalaludin Rachmat.1991)
Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek dan sumber.
a. Tekanan
Tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu untuk bertingkah laku, semakin besar energi dalam insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar.
b. Sasaran
Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan, kepuasan tercapai apabila tekanan energi pada insting berkurang.
c. Objek
Objek insting adalah hal-hal yang memuaskan insting, hal-hal yang memuaskan insting tersebut dapat berasl dari luar individu atau dari dalam individu.
d. Sumber
Sumber insting adalah keadaan kejasmanian individu. Insting manusia dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu insting kehidupan (life instinct) dan insting kematian (death instict). Insting-insting kehidupan terdiri dari insting yang bertujuan memelihara kelangsungan hidup. Insting kehidupan tersebut berupa makan, minum, istirahat, dan memelihara keturunan. Insting kematian tertuju pada penghancuran, seperti merusak, menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri.
2. Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Menurut beberapa ahli, manusia adalah makhluk sosial. Perilakuknya tidak hanya terpengaruh oleh faktor biologis saja, tetap juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen penting seperti:
a) Komponen afektif
Komponen afektif adalah aspek emosional. Komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap dan emosi.
b) Komponen kognitif
Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang terkai dengan pengetahuan.
c) Komponen konatif
Komponen konatif adalah terkai dengan kemauan dan kebiasaan bertidak.
G.    PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN
Ø  Macam macam pendekatan
Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1.      Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,
guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk
mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah
yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama
teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.
  
2.      Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
 Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)  kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.

3.      Pendekatan Deduktif – Induktif
a.       Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
b.      Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
4.      Pendekatan Konsep dan Proses
a.       Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.


b.      Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya
5.      Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.


H.    PENDEKATAN CBSA DALAM PEMBELAJARAN
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan–keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikaskan hasilnya. Mukminan (2003:2) menyatakan bahwa pendekatan yang sekarang dikenal dengan keterampilan proses dan cara belajar siswa aktif (CBSA) masih belum banyak terwujud, serta pembelajaran kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
1. Observasi
Melalui kegiatan mengamati, siswa belajar tentang dunia sekitar yang fantastis. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan melibatkan indera penglihat, pembau, pengecap, peraba, pendengar. Informasi yang diperoleh itu, dapat menuntut interpretasi siswa tentang lingkungan dan menelitinya lebih lanjut. Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu serta hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan pancaindra. Dengan obsevasi, siswa mengumpulkan data tentang tanggapan-tanggapan terhadap objek yang diamati.
2. Klasifikasi
Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan. Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Keterampilan mengidentifikasi persamaan dan perbedaan berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.
3. Komunikasi
Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Keterampilan menyapaikan sesuatu secara lisan maupun tulisan termasuk komunikasi. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 143). Contoh membaca peta, tabel, garfik, bagan, lambang-lambang, diagaram, demontrasi visual.
4. Pengukuran
Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterampilan dalam menggunakan alat dalam memperoleh data dapat disebut pengukuran.
5. Prediksi
Predeksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati. Dimyati dan Mudjiono (2002: 144) menyatakan bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan.
6. Inferensi
Melakukan inferensi adalah menyimpulkan. Ini dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.

I.       MASALAH MASALAH DALAM BELAJAR
Masalah-masalah Belajar adalah segala masalah yang terjadi selama proses belajar itu sendiri

Masalah-masalah belajar tetap akan dijumpai. Hal ini merupakan pertanda bahwa belajar merupakan kegiatan yang dinamis, sehingga perlu secara terus menerus mencermati perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa.

Masalah-masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dimensi siswa, sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah, sedangkan dari dimensi guru, masalah belajar dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Masalahnya sering kali berkaitan dengan pengorganisasian belajar.

A.        Faktro Internal

1.         Ciri Khas/Karekteristik Siswa

Dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku, alat-alat tulis atau hal-hal yang diperlukan. Namun, bila mana siswa tidak memiliki minat untuk belajar, maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapan belajar.

2.         Sikap Terhadap Belajar

Sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketiak memulai kegiatan belajar merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa banyak ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar. Namun, bila lebih dominan sikap menolak sebelum belajar maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau mengikuti kegiatan belajar.



3.         Motivasi Belajar

Di dalam aktivitas belajar, motivasi individu dimanfestasikan dalam bentuk ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak, mengerjakan tugas dan sebagainya. Umumnya kurang mampu untuk belajar lebih lama, karena kurangnya kesungguhan di dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, rendahnya motivasi merupakan masalah dalam belajar yang memberikan dampak bagi ketercapaianya hasil belajar yang diharapkan.

4.         Konsentrasi Belajar

Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar yang dihadapi siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu memerlukan waktu yang cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru.

5.         Mengelolah Bahan Ajar

Siswa mengalami kesulitan di dalam mengelolah bahan, maka berarti ada kendala pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk terus mengelolah bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis.

6.         Menggali Hasil Belajar

Bagi guru dan siswa sangat penting memperhatikan proses penerimaan pesan dengan sebaik-baiknya terutama melalui pemusatan perhatian secara optimal. Guru hendaknya berupaya mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas, latihan, agar siswa mampu meningkatkan kemampuan dalam mengolah pesan-pesan pembelajaran.

7.         Rasa Percaya Diri
Salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran adalah rasa percaya diri. Rasa percaya diri umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di mana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Hal-hal ini bukan merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan tetapi merupakan tanggung jawab yang harus diwujudkan guru bersamaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan.

8.         Kebiasaan Belajar

Adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukan.
           Ada beberapa bentuk kebiasaan belajar yang sering dijumpai :
a)         belajar tidak teratur
b)         daya tahan rendah
c)         belajar hanya menjelang ulangan atau ujian
d)         tidak memiliki catatan yang lengkap
e)         sering datang terlambat, dan lain-lain

Jenis-jenis kebiasaan belajar di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku belajar yang tidak baik karena mempengaruhi aktivitas belajar siswa dan dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar yang diperoleh.

B.        Faktor-faktor Eksternal Belajar

1.         Faktor Guru
Guru harus mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya menyampaikan informasi, melainkan juga mendorong para siswa untuk belajar secara bebas dalam batas-batas yang ditentukan sebagai anggota kelompok.
Bilamana dalam proses pembelajaran, guru mampu mengaktualisasikan tugas-tugas guru dengan baik, mampu memotivasi, membimbing dan memberi kesempatan secara luas untuk memperoleh pengalaman, maka siswa akan mendapat dukungan yang kuat untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan, namun jika guru tidak dapat melaksanakannya, siswa akan mengalami masalah yang dapat menghambat pencapaian hasil belajar mereka.

2.         Lingkungan Sosial (Teman Sebaya)

Lingkungan sosial dapat memberi dampak positif dan negatif terhadap siswa. Contoh seorang siswa bernama Rudi yang terpengaruh teman sebayanya dengan kebiasaan rekan-rekannya yang baik, maka akan berdampak positif dan sebaliknya.
Pada sisi  lain lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh yang positif bagi siswa. Tidak sedikit siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar karena pengaruh teman sebayanya yang mampu memberi motivasi kepadanya untuk belajar.

3.         Kurikulum Sekolah

Kurikulum merupakan panduan yang dijadikan guru sebagai rangka atau acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran. Seluruh aktivitas pembelajaran, maka dipastikan kurikulum tidak akan mampu memenuhi tuntunan perubahan di mana perubahan kurikulum pada sisi lain juga menimbulkan masalah, yaitu :
(a)        tujuan yang akan dicapai berubah
(b)        isi pendidikan berubah
(c)        kegiatan belajar mengajar berubah
(d)       evaluasi belajar

4.         Sarana dan Prasarana

Ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran berdampak pada terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif. Terjadinya kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan informasi dan sumber belajar yang pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya motivasi untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Oleh karena itu sarana dan prasarana menjadi bagian yang penting untuk tercapainya upaya mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang diharapkan.

C.        Mengenal dan Mengatasi Belajar Siswa

Agar bimbingan dapat lebih terarah dalam upaya menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka perlu diperhatikan langkah-langkah berikut :

a.         Indentifikasi
Adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan melakukan :

1.         Data dokumentasi hasil belajar mereka
2.         Menganalisis absensi siswa di dalam kelas
3.         Mengadakan wawancara dengan siswa 
                      4.         Tes untuk memberi data tentang kesulitan belajar atau permasalahan yang                                              sedang dihadapi.       
b.         Diagnosis
Adalah keputusan atau penentuan mengenai hasil dari pengelolaan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
  Keputusan mengenai hasil kesulitan belajar siswa
  Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar

c.         Prognosis
Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa.

d.         Terapi
Terapi di sini adalah pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk terapinya antara lain :
   Bimbingan belajar kelompok
   Bimbingan belajar individu
   Pengajaran remedial
   Pemberian bimbingan pribadi
   Alih tangan kasus

e.         Tindak Lanjut
Adalah usaha untuk mengetahui keberhasilan bantuan yang telah diberikan kepada siswa dan tindak lanjut yang didasari evaluasi.

J.       EVALUASI BELAJAR DAN PEMBELAJAR
Ø  Pendekatan Evaluasi
Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor berikut:
Rentang Skor Nilai

80% s.d. 100% A
70% s.d. 79% B
60% s.d. 69% C
45% s.d. 59% D
< 44% E / Tidak lulus

2. Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan patokan adalah pada standar performan yang digunakan.
Pada pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat bergantung pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar pengukuran yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini adalah penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan standar relatif diantaranya adalah (1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini menjadi baik bagi motivasi beberapa siswa. (2) standar relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para siswa, karena pada saat seorang atau sekelompok siswa mendapat nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk mendapatkannya.

K.    KONSEP DAN PENGERTIAN KURIKULUM
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Pandangan yang muncul sejak zaman Yunani kuno ini, dalam lingkungan tertentu masih diakui hingga kini, sebagaimana pendapat Robert S. Zais, “a recesourse of subject matters to be mastered”. Menurut pendapat ini, kurikulum identik dengan bidang studi.
Di Indonesia, istilah kurikulum menjadi populer sejak tahun 1950-an yang diperkenalkan oleh sejumlah kalangan pendidik lulusan Amerika Serikat. Sebelumnya, kita lebih akrab dengan istilah rencana pembelajaran. Hakekatnya, kurikulum sama dengan rencana pembelajaran dan yang membedakan hanya cara pandangnya.
Kurikulum sebagai komponen penting dalam pendidikan, harus memiliki tujuan dan sasaran yang akan dicapai, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum hanya berada pada penekanan unsur-unsur tertentu. Lebih tegas, Dr. Dede Rosyada, M.A. mengatakan bahwa kurikulum merupakan inti dari sebuah penyelenggaraan pendidikan.

Guna memahami konsep pemaknaan kurikulum sejatinya sehingga kurikulum betul-betul diletakkan sebagai pijakan dasar dalam melaksanakan pendidikan secara praktis dan konkret, maka Sukmadinata dalam Dede Rosyada memiliki beberapa prinsip yang bisa dipegang, diantaranya:

1. Kurikulum sebagai substansi, yakni rencana kegiatan belajar para siswa di sekolah, mencakup rumusan-rumusan tujuan, bahan ajar, proses kegiatan pembelajaran, jadwal, dan hasil evaluasi belajar. Kurikulum tersebut merupakan konsep yang telah disusun oleh para ahli dan disepakati oleh para pengambil kebijakan pendidikan serta oleh masyarakat sebagai bagian dari hasil pendidikan;

2. Kurikulum sebagai sebuah sistem, yakni merupakan rangkaian konsep tentang berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki keterkaitan secara koheren dengan lainnya. Kurikulum itu sendiri memiliki korelasi dengan semua unsur dalam sistem pendidikan secara keseluruhan;

3. kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis, terbuka, dan membuka diri terhadap berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian dengan tuntutan pasar atau tuntutan idealisme pengembangan peradaban umat manusia.

Dalam konteks pendidikan Nasional, kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih spesifik mengandung pokok-pokok pikiran, sebagai berikut:

1. Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;
2. Kurikulum merupakan pengaturan, yang sistematis dan terstruktur;
3. Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran bidang pengajaran tertentu;
4. Kurikulum mengandung cara, metode dan strategi pengajaran;
5. Kurikulum merupakan pedoman kegiatan belajar mengajar;
6. Kurikulum, dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;
7. Kurikulum merupakan suatu alat pendidikan.

Rumusan tersebut menjadi lebih jelas dan lengkap, karena suatu kurikulum harus disusun dengan memperhatikan berbagai faktor penting. Dalam undang-undang telah dinyatakan, bahwa: “Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum, ialah:
1. Tujuan pendidikan nasional, dijabarkan menjadi tujuan-tujuan institusional, dirinci menjadi tujuan kurikuler, dirumuskan menjadi tujuan-tujuan instruksional (umum dan khusus), yang mendasari perencanaan pengajaran.
2. Perkembangan peserta didik merupakan landasan psikologis yang mencakup psikologi perkembangan dan psikologi belajar;
3. Mengacu pada landasan sosiologis dibarengi oleh landasan kultur ekologis.
4. Kebutuhan pembangunan nasional yang mencakup pengembangan SDM dan pembangunan semua sektor ekonomi.
5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya bangsa dengan multi dimensionalnya.
6. Jenis dan jenjang pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya.

Catatan: Makalah ini merupakan tugas individu penulis 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »