TUGAS
KLIPPING
GERAKAN G30S PKI
Disusun Oleh
Marsya Adelia
SMPN 1 SUNGAI RAYA KEPULAUAN
2018/2019
Sejarah G30S PKI
G30S
PKI adalah Gerakan 30
September (dalam dokumen pemerintah tertulis Gerakan 30 September/PKI, disingkat G30S/PKI), Sebuah usaha kudeta di malam hari tanggal 30 September
hingga awal 1 Oktober 1965 dimana tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuhGerakan
ini bertujuan untuk menggulingkan Soekarno dan mengubah Indonesia menjadi
komunis.
Latar belakang
1.
Isu Bung Karno Sakit
Isu menyedihkan Bung
Karno sakit berkembang mulai tahun 1964 hingga dimulainya kudeta 30 September.
Tentu rakyat akan bergosip dan memulai isu siapa yang berhak memegang kekuasaan
jika Bung Karno meninggal. Tapi menurut Subandrio, Aidit tahu bahwa penyakit
yang diderita Bung Karno tidak begitu parah atau sakit ringan.
2.
Angkatan kelima
Pembentukan Angkatan Ke-5 merupakan
sebuah gagasan yang mencuat menjelang kudeta 30 September 1965. Ide pembentukan
Angkatan Ke-5 berasal dari kesediaan Perdana Menteri Tiongkok, Zhou Enlai
menjanjikan 100.000 pucuk senjata ringan secara gratis sebagai bentuk dukungan
konfrontasi yang sedang dilakukan Indonesia . PKI kemudian memberikan usulan
kepada Presiden Soekarno untuk membentuk angkatan bersenjata diluar TNI dengan
mempersenjatai buruh dan petani sebagai bentuk pertahanan dan peningkatan
kekuatan sukarelawan guna mendukung Konfrontasi Malaysia. Ide ini mendapatkan
penolakan dari beberapa petinggi Angkatan Darat. Menurut Angkatan Darat,
pembentukan kesatuan baru diluar matra yang ada, dikhawatirkan menimbulkan
permasalahan pertahanan nasional. Angkatan Darat pada akhirnya menyetujui
pembentukan Angkatan Ke-5 dengan syarat bahwa bukan hanya buruh dan petani,
tetapi seluruh elemen masyarakat harus dipersenjatai.
3.
Isu masalah
tanah dan bagi hasil
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang
Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi
Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk
pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil
pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan par
politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di
daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap
dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa
pengikutnya dengan melibatkan backing Aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol
dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan
peristiwa di Klaten yang disebut sebagai aksi sepihak dan kemudian digunakan
sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.
4. Adanya Gerakan Ganyang Malaysia
Konfrontasi
antara Indonesia dan Malaysia dimanfaatkan PKI untuk mendekat ke Soekarno.
Konfrontasi ini terjadi karena Tunku Abdul Rahman, PM Malaysia, menginjak
lambang negara Indonesia. Tentu Bung Karno murka melihat peristiwa ini dan
meneriakkan seruan Ganyang Malaysia. Tapi perintah Bung Karno tidak terlalu
ditanggapi oleh petinggi militer. Jenderal Ahmad Yani berpendapat seperti itu
karena Indonesia cukup sulit melawan Malaysia yang dibantu Inggris. Di sisi
lain, A.H. Nasution memilih untuk setuju karena tidak mau PKI menunggangi momen
ini. Tentu momen “Ganyang Malaysia!” membuat Angkatan Darat dilanda dilema
sehingga mereka berperang setengah hati. PKI didekati oleh Bung Karno karena
Bung Karno menyadari Angkatan Darat yang tidak terlalu niat untuk berperang.
Tentu PKI langsung senang karena selain bisa menunggangi Bung Karno, juga bisa
ikut “Ganyang Malaysia” yang mereka nilai sebagai pengikut nekolim. Di masa
ini, PKI semakin kuat secara internal dan eksternal. Bung Karno yang mengetahui
kekuatan PKI, memilih tidak melakukan apapun karena butuh kekuatan PKI untuk mengganyang
Malaysia. Selain dari Bung Karno, beberapa anggota Angkatan Darat yang tidak
suka dengan kepengecutan para petinggi Angkatan Darat menjalin hubungan dengan
PKI.
5. Keterlibatan Amerika Serikat
Peperangan
di Vietnam dan penularan komunisme dari negara ke negara membuat Amerika
Serikat kewalahan. Kini mereka sebisa mungkin agar Indonesia tidak tertular
oleh virus komunisme. Tapi beberapa pendapat menyatakan bahwa peranan Amerika
Serikat di Indonesia tidak terlalu besar karena bukti-bukti fisiknya kecil.
6. Isu Dewan Jenderal
Dewan
Jenderal merupakan isu yang mulai dihembuskan ketika waktu semakin mendekati
tanggal 30 September. Entah siapa yang menghembuskan isu ini yang tentu membuat
rakyat panik akan adanya usaha petinggi militer untuk merebut kekuasaan dari
Bung Karno. Merespon isu Dewan Jenderal, Bung Karno memerintahkan Cakrabirawa
untuk menangkap dan mengadili para Dewan Jenderal.4. Adanya Gerakan Ganyang
Malaysia Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia dimanfaatkan PKI untuk
mendekat ke Soekarno. Konfrontasi ini terjadi karena Tunku Abdul Rahman, PM
Malaysia, menginjak lambang negara Indonesia. Tentu Bung Karno murka melihat
peristiwa ini dan meneriakkan seruan Ganyang Malaysia. Tapi perintah Bung Karno
tidak terlalu ditanggapi oleh petinggi militer. Jenderal Ahmad Yani berpendapat
seperti itu karena Indonesia cukup sulit melawan Malaysia yang dibantu Inggris.
Di sisi lain, A.H. Nasution memilih untuk setuju karena tidak mau PKI
menunggangi momen ini. Tentu momen “Ganyang Malaysia!” membuat Angkatan Darat
dilanda dilema sehingga mereka berperang setengah hati. PKI didekati oleh Bung
Karno karena Bung Karno menyadari Angkatan Darat yang tidak terlalu niat untuk
berperang. Tentu PKI langsung senang karena selain bisa menunggangi Bung Karno,
juga bisa ikut “Ganyang Malaysia” yang mereka nilai sebagai pengikut nekolim.
Di masa ini, PKI semakin kuat secara internal dan eksternal. Bung Karno yang
mengetahui kekuatan PKI, memilih tidak melakukan apapun karena butuh kekuatan
PKI untuk mengganyang Malaysia. Selain dari Bung Karno, beberapa anggota
Angkatan Darat yang tidak suka dengan kepengecutan para petinggi Angkatan Darat
menjalin hubungan dengan PKI.
7. Keterlibatan Amerika Serikat
Peperangan
di Vietnam dan penularan komunisme dari negara ke negara membuat Amerika
Serikat kewalahan. Kini mereka sebisa mungkin agar Indonesia tidak tertular
oleh virus komunisme. Tapi beberapa pendapat menyatakan bahwa peranan Amerika
Serikat di Indonesia tidak terlalu besar karena bukti-bukti fisiknya kecil.
8. Isu Dewan Jenderal
Dewan
Jenderal merupakan isu yang mulai dihembuskan ketika waktu semakin mendekati
tanggal 30 September. Entah siapa yang menghembuskan isu ini yang tentu membuat
rakyat panik akan adanya usaha petinggi militer untuk merebut kekuasaan dari
Bung Karno. Merespon isu Dewan Jenderal, Bung Karno memerintahkan Cakrabirawa
untuk menangkap dan mengadili para Dewan Jenderal.
Tokoh tokoh yang meninggal
Korban kebiadaban PKI disiksa dan dibunuh tanggal 1 oktober
1965 ditemukan pada sumur tua di daerah lubang buaya jakarta timur. Setiap tanggal
1 oktober diperingati sebagai hari kesaktian pancasila. Nama-nama pahlawan revolusi :
- Jenderal
Ahmad Yani (Menteri Panglima Angkatan Darat)
- Mayor
Jenderal S. Parman
- Mayor
Jenderal M.T Haryono
- Mayor
Jenderal Soeparto
- Brigadir
Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
- Letnan
Satu Piere Tendean
- Brigadir
Jenderal DI Panjatian
Sedangkan Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari
upaya penculikan. Akan tetapi putrinya yaitu Ade Irma Suryani menjadi korban.
Di Jogjakarta ketika peristiwa G30S PKI juga melakukan penculikan dan
pembunuhan terhadap perwira AD yang anti dengan PKI yaitu Kolonel Katamso dan
Letnan Kolonel Sugiono.
G30S/PKI
Menguasai Jakarta
Di pagi yang sama, sekitar dua ribu tentara dari dua
divisi menguasai Lapangan Merdeka dan tiga sisi lapangan termasuk kantor Radio
Republik Indonesia (RRI). Mereka tiak menguasai sisi timur lapangan (yang
merupakan markas KOSTRAD yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Suharto). Di malam
sebelumnya, Aidit sang pemimpin PKI dan Marsekal Udara Omar Dani pergi ke Halim
dan ini adalah bukti keterlibatan mereka di G30S/PKI. Pada pukul tujuh pagi,
RRI menyiarkan berita dari Letkol Untung bahwa lokasi strategis di Jakarta
sudah diambil. Dengan dalih untuk mencegah terjadinya percobaan kudeta oleh
Dewan Jenderal yang didukung oleh CIA kepada Bung Karno. Mereka juga mengatakan
bahwa Bung Karno berada di perlindungan G30S. Mendengar kabar ini, Bung Karno
langsung menuju ke Halim dan berdiskusi dengan Marsekal Udara Omar Dani untuk
mengisi jabatan komandan Angkatan Darat yang sekarang kosong.
Pergerakan
di Jawa Tengah
Jawa Tengah juga memiliki cerita sendiri. Ketika RRI
menyiarkan kabar di pukul tujuh pagi, tentara dari Divisi Diponegoro langsung
mengambil lima dari tujuh batalion di bawah nama Gerakan 30 September. Petinggi
PKI di Solo langsung mengumumkan dukungan. Pasukan pemberontak di Jogjakarta
yang dipimpin oleh Mayor Mulyono menculik dan membunuh Kolonel Katamsan dan
Letnan Kolonel Sugiono. Untungnya, ketika beredar kabar kegagalan kudeta di
Jakarta, pasukan pemberontak menyerah.
Suharto
Mengakhiri Kudeta di Jakarta
Di setengah enam pagi, Suharto sang komanda KOSTRAD
dibangunkan dan diceritakan oleh tetangganya tentang para jenderal yang hilang
dan dibunuh di rumah. Suharto langsung pergi ke mabes KOSTRAD dan mengkontak
para perwira senior. Dia berhasil mengkontak dan mendapat dukungan dari
Angkatan Laut dan Polisi tapi gagal mengkontak petinggi Angkatan Udara. Suharto
mengambil alih pimpinan dan memerintahkan agar tentara tetap di barak. Karena
perencanaan yang buruk, pemimpin kudeta gagal mengkondisikan tentara di
Lapangan Merdeka yang kepanasan dan kehausan. Mereka berpikir bahwa akan
melindungi presiden di istana. Di siang hari, Suharto berhasil mempengaruhi dua
batalion agar menyerah tanpa bertarung. Pertama batalion Brawijaya yang datang
ke markas KOSTRAD lalu Diponegoro yang mundur ke Halim. Pada pukul tujuh malam,
Suharto berhasil mengendalikan semua fasilitas yang sebelumnya dikendalikan
oleh G30S/PKI. Kemudian Nasution bergabung pada pukul sembilan dan mengumumkan
bahwa dia mengambil alih Angkatan, akan menghancurkan kekuatan revolusi dan
menyelamatkan Sukarno. Sebagian besar pemberontak kabur dan setelah pertempuran
kecil di 2 Oktober, Angkatan Darat berhasil menguasai Halim. Sedangkan Aidit
terbang ke Jogjakarta dan Dani ke Madiun sebelum tentara datang. Berakhirlah
pemberontakan G30S/PKI.
Pasca G30S/PKI
Pasca
pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI berusaha menguasai dua sarana komunikasi
vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang
terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman
tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota
“Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah yang sah.
Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung
Sutopo.Reaksi masyarakat terhadap Gerakan 30 September 1965 cenderung negatif
dan berbalik menuduh PKI sebagai dalang kudeta 1965. Mayjen. Soeharto kemudian
memimpin upaya pencarian perwira korban G30S/PKI dan pembubaran PKI ketika
menerima mandat Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).Beberapa bulan pasca
peristiwa, semua anggota dan simpatisan PKI ditangkap dan terjadi pembunuhan
oleh masa yang tergabung dalam militer, sipil dan kelompok Islam. Diketahui
ratusan ribu buruh dan petani Indonesia mengalami persekusi, dibunuh atau
dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi.
Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Menurut
Soe Hok Gie, Bali menjadi tempat terbanyak korban pembunuhan.Diperkirakan
500.000 sampai 2.000.000 orang anggota atau mereka yang dianggap simpatisan PKI
terbunuh dalam pembersihan unsur-unsur komunisme dari tahun 1965-1966. Bahkan
menurut Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo selaku pemimpin gerakan
pembersian komunis, korban tewas mencapai lebih kurang 3000.000 jiwa.Peristiwa
G30S/PKU turut menjadi sebab jatuhnya Presiden Soekarno dari kursi kepresidenan
dan menyebabkan Mayjen Soeharto naik sebagai pejabat presiden dan kemudian
presiden ke-2 Republik Indonesia yang disahkan oleh MPRS. Pada 23 Februari
1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan negara kepada Jenderal Soeharto
selaku pengemban Tap MPRS No. IX tahun 1967. Kemudian pada 7-12 Maret 1967,
MPRS menyelenggarakan Sidang istimewa di Jakarta. Dalam sidang tersebut, MPRS
dengan ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967 memutuskan untuk mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dari Presiden Soekarno.
Pada tanggal 12 Maret 1967, Jenderal Soeharto diambil sumpahnya dan
dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. Sebelumnya, pada Sidang Umum MPRS
pada 5 Juli 1966 telah disahkan Tap MPR No. XXV tahun 1966 oleh pimpinan MPRS,
Jenderal A.H. Nasution (Ketua) dan Wakil Ketua Osa Maliki, M. Siregar, Subchan
Z.E., dan Mashudi.
Sumber
: