Skripsi Minat Siswa Terhadap Pelajaran IPS Bab 2

BAB II
MINAT SISWA TERHADAP PELAJARAN IPS TERPADU

A.    Hakikat Minat
      1.      Pengertian Minat
Setiap individu mempunyai kecendrungan fundamental untuk berhubungan dengan sesuatu yang berada dalam lingkungan nya. Apabila sesuatu itu memberikan kesenangan pada dirinya, maka akan menimbulkan minat terhadap hal tersebut. Minat akan timbul apabila individu tertarik kepada sesuatu, karena sesuai dengan kebutuhannya atau ia merasakan bahwa sesuatu yang akan dipelajari bernilai bagi dirinya dan ia pun akan berminat untuk mempelajarinya.
Secara bahasa, minat berarti perasaan yang menyatakan bahwa suatu aktifitas, pelajaran atau objek itu berharga atau berarti bagi individu. Sedangkan menurut istilah, di bawah ini peneliti akan mengemukakan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian minat di atas.
Menurut Slameto (Djamarah, 2011:191) mengatakan bahwa minat adalah “suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin besar kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat”.
Kemudian Slameto juga menambahkan (Djamarah, 2011:191) bahwa “minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cendrung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut”.
Kemudian Dalyono (Djamarah, 2011:191) mengatakan “minat belajar yang besar cendrung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah”. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar, artinya untuk mencapai atau memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Timbulnya minat belajar disebabkan berbagai hal, antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia.
Djamarah (2011:166) mengatakan bahwa “minat adalah kecendrungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang”. Maka dengan kata lain minat merupakan rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semaki besar pula minatnya.
Sabri (1996:121) mengatakan bahwa “minat adalah suatu kecendrungan untuk memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan perasaan, terutama perasaan senang, karena itu dapat dikatakan minat itu terjadi karena sikap senang kepada sesuatu”. Orang yang berminat terhadap sesuatu berarti sikapnya senang terhadap sesuatu tersebut. Siswa yang berminat terhadap pelajaran akan tampak terus tekun belajar.
Selanjutnya Crow and Crow dalam (Taufani C.K, 2008:37) mengatakan bahwa “minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kecendrungan atau merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan ataupun bisa berupa pengalaman yang efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri”. Dengan kata lain minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan partisipasi dalam kegiatan. Minat mengandung unsur kognisi (mengenal), emosi (perasaan), dan konasi (kehendak). Unsur kognisi, yaitu minat didahului pengalaman dan informasi mengenal objek yang dituju minat tersebut.
Adapun menurut Skiner (Taufani, C.K, 2008:36) mengatakan bahwa “minat selalu berhubungan dengan objek yang menarik individu, dan objek yang menarik adalah yang dirasakan menyenangkan”. Apabila seseorang mempunyai minat terhadap suatu objek, maka minat tersebut akan mendorong seseorang untuk berhubungan lebih dekat dengan objek tersebut, yaitu dengan melakukan aktivitas lebih aktif dan positif demi mencapai sesuatu yang diminatinya.
Sedangkan menurut Chaplin (Taufani, C.K, 2008:37) memberikan definisi “minat sebagai suatu pernyataan yang menyatakan bahwa suatu aktivitas, pekerjaan, atau objek itu berharga atau berarti bagi individu. Minat juga merupakan sikap yang berlangsung selektif terhadap objek minatnya, minat juga merupakan suatu keadaan motivasi yang menuntun tingkah laku seseorang menuju arah atau sasaran tertentu”.
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah  penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan suatu di luar diri kita. Semakin kuat dan dekat dengan suatu hubungan tersebut, maka semain kuat pula minatnya.
Secara sederhana, minat berarti kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Syah (2014:134) “minat seperti yang dipahami dan dipakai orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu”
Minat (interest) menurut psikologi adalah kecendrungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat erat kaitannya dengan perasaan, terutama perasaan senang, karena itu minat dapat dikatakan terjadi karena sikap senang kepada sesuatu. Orang yang berminat kepada sesuatu berarti ia sikapnya senang kepada sesuatu.
Suatu minat dapat diekpresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat juga dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.
Menurut Walgito (Taufani, C.K, 2008:37) mengatakan “minat adalah suatu perhatian yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu dan disertai dengan keinginan untuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikan lebih lanjut dengan apa yang menjadi perhatian”. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.
Drever (Taufani, C.K, 2008:37), meninjau minat berdasarkan fungsi dan strukturnya:
Secara fungsional minat merupakan suatu jenis pengalaman perasaan yang dianggap bermanfaat dan diasosiasikan dengan perhatian dengan perhatian pada suatu objek tertentu. Sementara secara stuktural minat merupakan suatu elemen dalam diri individu, baik bawaan maupun yang diperoleh lewat proses belajar, yang menyebabkan seseorang merasa mendapatkan manfaat, merasa berhubungan dengan suatu objek tertentu atau tahapan suatu pengetahuan tertentu.

Jadi dari beberapa teori di atas  dapat kita simpulkan bahwa minat itu muncul karena adanya suatu kecendrungan untuk memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan perasaan terutama perasaan senang, karena itu dapat dikatakan minat itu terjadi karena sikap senang kepada sesuatu. Oleh karena itu, jika seseorang mempunyai perasaan senang terhadap sesuatu maka ia akan mempunyai minat untuk memperoleh sesuatu itu dengan usahanya agar keinginannya tercapai.

      2.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Minat sebagai salah satu pendorong dalam proses belajar tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi banyak faktor yang menimbulkan minat siswa terhadap beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru bidang studi.
Tiga faktor yang mendasari timbulnya minat minat menurut Taufani, C.K, (2008:38) yaitu:
a.       Faktor dorongan dalam
Yaitu dorongan dari individu itu sendiri, sehingga timbul minat untuk melakukan aktivitas atau tindakan tertentu untuk memenuhinya. Misalnya, untuk dorongan makan, menimbulkan minat untuk mencari makanan.

b.      Faktor motivasi sosial
Faktor ini merupakan faktor untuk melakukan suatu aktivitas agar dapat diterima dan diakui oleh lingkungannya. Minat ini merupakan semacam kompromi pihak individu dengan lingkungan sosialnya. Misalnya, minat pada studi karena ingin mendapatkan penghargaan dari orangtuanya.

c.       Faktor emosional
Minat erat hubungannya dengan emosi karena faktor ini selalu menyertai seseorang dalam berhubungan dengan objek minatnya. Kesuksesan seseorang pada suatu aktivitas disebabkan karena aktivitas tersebut menimbulkan perasaan suka atau puas, sedangkan kegagalan akan menimbulkan perasaan tidak senang dan mengurangi minat seseorang terhadap kegiatan yang bersangkutan.

Djamarah (2011:167) mengatakan bahwa “suatu anggapan yang keliru apabila mengatakan bahwa minat dibawa sejak lahir. Minat adalah perasaan yang didapat karena hubungan dengan sesuatu. Minat terhadap sesuatu itu dipelajari dan dapat mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru”. Jadi, minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan cendrung mendukung aktivitas belajar berikutnya.
Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Anak didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Anak didik mudah menghafal pelajaran yang menarik minatnya. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Minat merupakan alat motivasi yang utama yang dapat membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam rentang waktu tertentu.
Oleh karena itu guru perlu membangkitkan minat anak didik agar pelajaran yang diberikan mudah dipahami anak didik. Ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik menurut Djamarah (2011:167) ialah sebagai berikut:
a.       Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.
b.      Menghubungkan bahan-bahan pelajarn yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.
c.       Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.
d.      Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik.

3.      Macam-Macam Minat
Minat dapat digolongkan menjadi beberapa macam, antara lain berdasarkan timbulnya minat dan berdasarkan arah minatnya menurut Saleh dan Wahab (2003:265-268).

a.       Berdasarkan timbulnya, minat dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1)      Minat Primitif
Minat primitif adalah  minat yang timbul karena kebutuhan biologis atau jaringan-jaringan tubuh, misalnya kebutuhan makanan, perasaan enak atau nyaman, kebebasan beraktivitas daln lain-lain.

2)      Minat Sosial
Minat sosial adalah minat yang timbulnya karena proses belajar, minat ini tidak secara langsung berhubungan dengan diri kita. Misalnya minat belajar, individu punya pengalaman bahwa masyarakat atau lingkungan akan lebih menghargai orang-orang terpelajar dan berpendidikan tinggi, sehingga hal ini dapat menimbulkan minat individu untuk belajar dan berprestasi agar mendapat penghargaan dari lingkungannya, hal ini mempunyai arti yang sangat penting bagi haririnya.

b.      Berdasarkan arahya, minat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1)      Minat Intrinsik
Minat intrinsik adalah minat yang langsung berhubungan dengan aktivitas sendiri, ini merupakan minat yang lebih mendasar. Misalnya, seseorang melakukan kegiatan belajar karena memang senang pada ilmu pengetahuan atau karena memang senang membaca, bukan karena ingin mendapatkan pujian atau penghargaan.

2)      Minat Ektrinsik
Minat ektrinsik adalah minat yang berhubungan dengan tujuan akhir dari kegiatan tersebut, apabila tujuannya sudah tercapai ada kemungkinan minat tersebut akan hilang. Misalnya, seseorang yang belajar dengan tujuan agar menjadi juara kelas.

4.      Peran Minat dalam Belajar
Dalam proses pembelajaran minat merupakan salah satu faktor psikologis yang penting. Dalam belajar, minat mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam belajar, sebab dengan adanya minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa adanya minat seseorang tidak akan mungkin melakukan sesuatu. Misalnya, seorang siswa memiliki minat terhadap pelajaran IPS terpadu, maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak materi tentang IPS trepadu.
Fungsi minat besar sekali terhadap kegiatan belajar, karena minat mempunyai andil yang sangat besar dalam menunjang dalam keberhasilan. Seseorang akan memetik hasil belajarnya ketika ia berminat terhadap sesuatu yang ia pelajari dan dengan sendirinya ia akan menunjukkan keaktifan dalam mengikuti pelajaran. Sebagaimana yang dikatakan  William James (Uzer, 2010:27) ia melihat bahwa “minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa”.
Minat merupakan faktor pendorong bagi anak didik dalam melaksanakan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam belajar dengan demikian, jelas terlihat bahwa minat sangat penting dalam pendidikan karena merupakan sumber usaha anak didik. Seperti halnya yang di sampaikan oleh Ahmadi (1997:107) “salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah minat. Minat sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu ia tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik dalam dalam mempelajari hal tersebut. Sebaliknya kalau seseorang mempelajari sesuatu dengan minat, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik”.
Jika semua pendidik menyadari hal ini, maka persoalan yang timbul adalah bagaimana mengusahakan agar hal yang disajikan sebagai pengalaman belajar itu dapat menarik minat siswa, atau pun bagaimana caranya menentukan agar para pelajar dapat mempelajari hal-hal yang menarik minat mereka.
Menurut Zuldafrial (2011:138) ia mengatakan bahwa pelajaran berjalan lancar bila ada minat. Siswa-siswa malas tidak mau belajar, gagal, karena tidak adanya minat. Minat antara lain dapat dibangkitkan dengan cara –cara sebagai berikut:
a.       Bangkitnya suatu kebutuhan (kebutuhan untuk menghargai keindahahan, untuk mendapatkan penghargaan dan sebagainya).
b.      Hubungan dengan pengalaman yang lampau.
c.       Beri kesempatan untuk mendapatkan hasil baik. (Nothing succeds like success) tidak ada yang lebih member hasil yang baik untuk itu bahan pelajaran disesuaikan dengan kesanggupan individu.
d.      Gunakan sebagai bentuk mengajar seperti diskusi, kerja kelompok, demonstrasi dan sebagainya.

Dengan adanya minat, proses belajar mengajar akan berjalan lancar dan tujuan pendidikan akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Karena minat sangat penting peranannya dalam pendidikan, maka yang mempunyai minat bukan hanya siswa saja, melainkan guru yang mengajar juga harus mempunyai minat untuk mengajar. Karena, kesiapan dari keduanya tersebut merupakan penunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
B.     Hakikat Belajar
1.      Pengertian Belajar
Semua manusia dalam kehidupan ini senantiasa mengalami suatu kegiatan yang disebut dengan belajar, baik pada aspek pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, serta sikap seseorang itu terbentuk dan berkembang dikarenakan adanya proses belajar. Pada hakekatnya belajar adalah suatu proses perubahan yang sesuai dengan cita-cita filsafah hidupnya. Proses belajar dilakukan baik secara sadar maupun tanpa disadari.
Slameto (Djamarah, 2011:13) merumuskan pengertian tentang belajar, “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Skinner (Syah, 2014:88) berpendapat bahwa “a process of progressive behavior adaptation”. Yang artinya belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Ia percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer).
James O. Whittaker (Djamarah, 2011:12) merumuskan “belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”. Kemudian Cronbach (Djamarah, 2011:13)  berpendapat bahwa “learning is show by change in behavior as a result of experience”. Yang artinya belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Hinzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory (Syah, 2014:88) berpendapat “learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organism (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism tersebut.
Howard L. Kingskey (Djamarah, 2011:13) mengatakan bahwa “learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training”. Yang artinya belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Sedangkan Geoch (Djamarah, 2011:13) merumuskan “learning is change is perpormance as result of practice”.
Djamarah (2011:13) menyimpulkan “belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor”.
Syah (2014:88) menyimpulkan secara umum bahwa “belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”. Sehubungan dengan pengertian ini perlu diutarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan, dan tidak dapat dipandang sebagai proses belajar apabila dalam keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh.
Menurut Hakim (2008:1) ia mengatakan bahwa “belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan”.
Mahmud (2010:61) menyimpulkan beberapa pengertian belajar sebagai berikut:
a.       Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
b.      Belajar adalah perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.
c.       Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru.
d.      Belajar adalah proses munculnya atau berubahnya sesuatu prilaku karena adanya respons terhadap suatu situasi.
e.       Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Dengan demikian maka perubahan fisik tidaklah termasuk dalam definisi belajar.
2.      Ciri-Ciri Belajar
Hakekat dari belajar merupakan adanya sebuah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang termasuk kedalam ciri-ciri belajar. Menurut Djamarah (2011:15), ia menjabarkan beberapa hal yang termasuk ke dalam ciri-ciri belajar yaitu:
a.       Perubahan yang terjadi secara sadar
Perubahan ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya, ia menyadari bahwa pengetahuaanya bertambah, kecakapannya bertambah, dan kebiasaanya bertambah.

b.      Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung secara terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya, jika seseorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak bisa menulis menjadi dapat menulis.

c.       Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam belajar, perubahan-perubahan itu bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikiann makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak pula perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu itu sendiri. Misalnya, perubahan tingkah laku karena proses perubahan kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam.

d.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya beberapa saat saja, seperti berkeringat, mengeluarkan air mata, menangis dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya, kecakapan seseorang anak dalam memainkan piano, maka setelah belajar tidak hilang, melainkan akan terus menerus dimiliki bahkan makin berkembang bila terus dipergunakan dan dilatih.

e.       Perubahan dalam belajar bertujuan  atau terarah
Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang dicapainya.

f.       Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya. Misalnya, jika seseorang belajar naik sepeda, maka perubahan yang paling tampak adalah keterampilan naik sepeda tersebut.

Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Surya (Syah, 2014:144) menjelaskan ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah:
a.       Perubahan Intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, keterampilan dan seterusnya. Sehubungan dengan itu, perubahan yang diakibatkan mabuk, gila, dan lelah tidak termasuk dalam karakteristik belajar, karena individu yang bersangkutan tidak menyadari atau tidak menghendaki keberadaannya.

b.      Perubahan Positif dan Aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru (seperti pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik dari pada apa yang telah ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan (misalnya, bayi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), tetapi karena usaha siswa itu sendiri.

c.       Perubahan Efektif dan Fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat diharapkan memberi manfaat yang luas misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan  diri dengan lingkungan kehidupan sehari-hari dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai ciri-ciri belajar, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri belajar itu adalah adanya proses pembelajaran yang dapat merubah tingkah laku individu masing-masing. Proses belajar pun dapat merubah individu menjadi seseorang yang lebih mengetahui dan mempunyai keterampilan yang sangat berguna. Dengan belajar pun seseorang kan menambah pengetahuan yang belum ia ketahui dan kemudian menjadi ia ketahui.
C.    Hakikat IPS Terpadu
1.      Pengertian IPS
Perkembangan awal pendidikan IPS diawali di Amerika Serikat, saat itu pendidikan IPS sangat gencar pasca perang dunia I, ketika integrasi nasional diperlukan sebagai benteng melemahnya kebudayaan Anglo-Saxon sebagai identitas peradaban mereka. Sementara di Indonesia sendiri istilah IPS baru muncul sekitar tahun 1975-1976, pada saat penyusunan pendidikan PSP, label untuk mata pelajaran sejarah, ekonomi, geografi, dan mata pelajaran lainnya pada tingkat dasar dan menengah.
Trianto (2007:124) mengemukakan bahwa “Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan intergrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Hukum dan Budaya”. IPS dirumuskan  atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial.
Sumantri (Gunawan, 2013:17) mengatakan “IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafah ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan”. Kemudian ditambahkan oleh pendapat Social Science Education (SSEC) dan National Council for Social (NCSS) dalam (Gunawan, 2013:17) menyebutkan IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari jumlah mata pelajaran seperti yang dijelaskan di atas.
Gunawan (2013:17) mengatakan “hakekat IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai mahluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya”.dengan kemajuan teknologi pula sekarang ini orang dapat berkomunikasi dengan cepat dimanapun mereka berada melalui handphone dan internet. Dengan demikian arus komunikasi akan semakin cepat pula mengalirnya.
IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial. Berbagai macam ilmu tersebut merupakan disiplin ilmu yang memilki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode.
Selain itu ilmu antropologi meliputi studi-studi komperatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas, ekonomi, organisasi politik, ekpresi-ekpresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan.
Selanjutnya menurut Soemantri (Sapriya, 2009:11) mengatakan pendidikan IPS adalah “penyederhanaan atau adaptasi dari displin ilmu sosial, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disaji secara ilmiah, pedagogis atau psikologis untuk tujuan pendidikan”. IPS sebagai seleksi dan intergrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan ilmu lain yang relevan dikemas secara psikologis ilmiah, pedegogis dan sosial cultural untuk tujuan pendidikan.
Melalui pembelajaran IPS dapat memberikan pengetahuan untuk  menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik, sadar sebagai  mahluk ciptaan tuhan, sadar akan hak dan kewajibanya  warga bangsa,  bersifat demokratis dan bertanggung jawab, memiliki identitas  dan  kebanggaan nasional.
Sedangkan dalam pembelajaran di sekolah, seperti yang di rumuskan  Depdikbud (Trianto, 2007:121), pembelajaran IPS adalah “suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik”. Pembelajaran IPS akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik atau tema menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam eksplorasi tema atau peristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi beberapa mata pelajaran secara serempak.
Dari definisi beberapa di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah sosial yang didalamnya merupakan penyederhanaan dari berbagai ilmu sosial seperti: antropologi, geografi, sejarah, hukum, ilmu-ilmu politik dan humaniora yang terpadu dan terseleksi untuk pencapaian tujuan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
      2.      Tujuan Pelajaran IPS
Pengintegrasian atau penyatuan beberapa cabang atau disiplin ilmu sosial menjadi satu pembelajaran, bukannya tanpa tujuan. Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang menimpa masyarakat. Secara rinci, menurut Sapriya (2009:201) mengungkapkan beberapa tujuan pembelajaran IPS sebagai berikut:
a.       Mengenalkan konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b.      Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial.
c.       Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d.      Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Pada kurikulum 2004 (Gunawan, 2013:18) menyatakan bahwa IPS bertujuan untuk:
a.       Mengajarkan konsep-konsep sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
b.      Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
c.       Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial.

Sejalan dengan tujuan tersebut Sumaatmaja (Gunawan, 2013:18) menyatakan tujuan pembelajaran IPS adalah “membina anak didik menjadi warga Negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan Negara”.
Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik (Gunawan, 2013:18) merumuskan tujuan pendidikan IPS beorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu “(1). pengetahuan pemahaman, (2). sikap hidup belajar, (3). Nilai-nilai sosial dan sikap, (4). Keterampilan”.
Trianto (2007:128) menyatakan tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah “untuk mengembangkan potensi peserta didik peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa masyarakat”. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan dengan baik.
Mutakin (Trianto, 2007:128) merumuskan tujuan pembelajaran IPS sebagai berikut:
a.       Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
b.      Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
c.       Mampu menggunakan model-model dan proses berfikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang dimasyarakat.
d.      Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
e.       Mampu mengembangkan berbagai potensi, sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

Agar tujuan yang ada dapat tercapai dan dapat berjalan sebagaimana mestinya maka pembelajaran IPS di susun secara sistematis dalam proses pembelajaran. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A dan Prasetya, J T. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, S B. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka.
Gunawan, R. 2013. Pendidikan IPS (Filosofi, Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta
Hakim, T. 2008. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
Irwanto. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: Total Grafika.
Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Mukhtar. 2010. Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Gaung Persada
Nawawi, H. 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada Unyvesity Press.
Sabri, A. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Saebani, B.A. 2008. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Saleh, A.R dan Wahab, M.A. 2003. Psikologi Suatu Pengantar dalam Prespektif Islam. Jakarta: Kencana.
Salim, A. 2006.  Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana
Samion, AR. Dkk. 2010. Pedoman Oerasional Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan- Persatuan Guru Republik Indonesia. Pontianak: CV. Faruna Bahagia
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS (Konsep dan Pembelajaran). Bandung: Remaja Rosadakarya
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Syah, M. 2014. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekaktan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, S. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Taufani, C.K. 2008. Menginstal Minat Baca Siswa. Bandung: Globalindo.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Uzer, U. 1997.  Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Zuldafrial. 2010. Penelitian Kualitatif. Pontianak: Stain Press
Zuldafrial. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Pontianak: Stain Press
Skripsi:
Irmadewi, M. 2013. Hubungan Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran IPS Terpadu Materi Pokok Gejalaj-Gejala yang Terjadi Di Atmosfer. Pontianak: STKIP-PGRI Pontianak (skripsi tidak diterbitkan).

Mustika. 2013. Analisis Pemahaman Siswa Terhadap Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Reformasi Sub Bab Konflik Antar Etniss di Sambas Tahun 1999 Sebagai Sumber Belajar Sejarah Kelas XII IPS SMA Negeri 08 Pontianak. Pontianak: STKIP-PGRI Pontianak (skripsi tidak diterbitkan).

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »