STAGE
NEONATUS, BAYI, BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH FISIOLOGIS HOLISTIK
KATA
PENGANTAR
Alhamdulilah puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah
Subhanahuata´ala atas rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan Laporan kasus ini sebagai salah satu syarat
menyelesaikan stase Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik Neonatus, Bayi, Balita
dan Anak Prasekolah dalam kegiatan praktik klinik Program Profesi Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Pontianak.
Dalam penyusunan Laporan kasus ini, penulis ingin mengucapakan terima
kasih kepada :
1.
Bapak Didik Hariyadi, S.Gz,
M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Pontianak
2.
Ibu Dini Fitri Damayanti,
S.Si.T, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Pontianak.
3.
Ibu Elma Marsita, M.Tr, Keb selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan arahan, perhatian serta masukan kepada penulis.
4.
Bapak Dr Ruchanihadi, Sp PD
selaku Direktur RSUD Dr Abdul Aziz Singkawang
5.
Ibu Yuliana yang telah
bersedia bekerjasama dan mengizinkan bayinya menerima asuhan kebidanan.
Dengan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan
laporan ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan Laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Kasus ini berguna bagi
pembaca dan tenaga kesehatan umumnya serta penulis dan tenaga bidan khususnya.
Pontianak,
Agustus 2020
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. |
i |
|
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................ |
ii |
|
KATA PENGANTAR............................................................................................ |
iii |
|
DAFTAR ISI.......................................................................................................... |
iv |
|
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... |
1 |
|
|
A. Latar Belakang...................................................................................... |
1 |
|
B. Rumusan
Masalah.............................................................................. |
2 |
|
C. Tujuan................................................................................................... |
3 |
|
D. Manfaat................................................................................................. |
3 |
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... |
4 |
|
|
A.
Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Normal…………………………. |
4 |
|
1. Asuhan Kebidanan............................................................................. |
4 |
|
2.
Bayi Baru Lahir Normal.......................................................................... |
8 |
|
B.
Evidance Based Midwifery................................................................... |
19 |
BAB III MANAJEMEN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR............ |
26 |
|
|
I.
Pengkajian............................................................................................. |
26 |
|
II.
Analisa................................................................................................... |
30 |
|
III.
Penatalaksanaan ……...................................................................... |
30 |
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................... |
32 |
|
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ |
35 |
|
|
A.
Kesimpulan........................................................................................... |
35 |
|
B.
Saran..................................................................................................... |
35 |
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ |
36 |
|
|
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan World Health
Organization (WHO) secara global Angka Kematian Bayi (AKB) 19 per 1000 KH.
Angka ini masih cukup jauh dari target SDGs (Sustainable Development Goals)
yang menargetkan pada tahun 2030
yatu AKB 12 per 1000 kelahiran hidup
(WHO, 2016). Hasil Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2017, AKB 24 per 1000 KH..
Faktor penyebab kematian bayi di Indonesia berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa penyebab kematian terbanyak pada
kelompok bayi 0-6 dominasi oleh gangguan/kelainan pernafasan (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%). Dilain pihak faktor ibu yang
berkontribusi terhadap lahir mati dan kematian bayi di usia 0-6 hari adalah
Hipertensi Maternal (23,6%), komplikasi kehamilan dan kelahiran (17,5%),
ketuban pecah dini dan perdarahan antepartum masing-masing (12,5%). Penyebab
utama kematian bayi pada kelompok 7-28 hari yaitu Sepsis (20,5%), malformasi
kongenital (18,1%) dan pneumonia (15,4%). Dan penyebab utama kematian bayi pada
kelompok 29 hari – 11 bulan yaitu Diare (31,4%), pneumonia (23,8) dan
meningitis/ensefalitis (9,3%), (
Kemenkes, 2015).
Untuk menurunkan AKB pemerintah juga mengupayakan agar setiap persalinan
harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih seperti Dokter Spesialis
Kebidanan dan Kandungan (SpOG), dokter umum dan bidan serta diupayakan agar
proses pelayanan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan .
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kematian neonatal
antara lain juga melalui penempatan bidan di desa, strategi Making Pregnancy
Safer, pelayanan kontrasepsi, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan
menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) (Kemenkes, 2015). Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi
AKB antara lain seperti meningkatkan pelayanan kesehatan neonatal, yaitu dengan
mengharuskan agar setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanan kunjungan neonatal
minimal 3 kali (KN1, KN2 dan KN3) sesuai standar serta penanganan neonatal
dengan kelainan atau komplikasi/kegawatdaruratan. Kunjungan
neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi
atau mengalami masalah (Rismintari,
2009).
Bidan mempunyai peranan
penting dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Peran tersebut mencakup
pemeriksaan yang berkesinambungan yaitu asuhan kehamilan, persalinan, bayi baru
lahir, nifas dan kontrasepsi ( Manuaba, 2014).
Berdasarkan
data seksi Kesehatan keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Barat, tercatat kasus kematian bayi yang dilaporkan pada tahun 2018 adalah
sebesar 638 kasus dengan 90.913 kelahiran hidup. Sehingga dengan demikian jika
dihitung angka kematian bayinya adalah 7 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes
Kalbar, 2019).
Sebagai salah satu Rumah Sakit rujukan regional, RSUD Dr Abdul Azis
menerima rujukan dari seluruh wilayah Kalbar. Menurut data Rekam Medis RSUD Dr
Abdul Azis jumlah persalinan pada tahun 2019 sebanyak 786 orang dengan jumlah
persalinan spontan 226 orang dan seksio sesarea sebanyak 560 orang . Jumlah
kematian bayi 62 orang dari jumlah bayi yang dirawat 1097 orang. Penyebab kematian antara lain fetal death of
unspecified cause 17 kasus (27%), respiratory distress syndrome of newborn 13
kasus (21%), respiratory distress of newborn, unspecified 9 kasus (14%),
neonatal cardiac dysrhythmia 6 kasus (10%) dan birth asphyxia, unspecified dan
respiratory failure of newborn masing-masing 4 kasus (6%)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka rumusan masalah Laporan Kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada
Bayi Baru Lahir Normal dengan holistik care dan interprofessional collaboration pada
bayi Ny Y di RSUD Dr Abdul Azis Singkawang.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan pada bayi
baru lahir normal normal dengan holistik care dan interprofessional collaboration pada bayi
Ny Y di RSUD Dr Abdul Azis Singkawang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu
melakukan pengkajian data dasar secara lengkap bayi
baru lahir normal dengan dengan holistik care dan interprofessional collaboration pada
bayi Ny Y di RSUD Dr Abdul Azis Singkawang.
b. Mampu menginterpretasi data serta menentukan
diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan pada bayi baru lahir normal dengan dengan holistik care dan
interprofessional collaboration pada bayi Ny Y di RSUD Dr Abdul Azis
Singkawang.
c. Mampu
melaksanakan asuhan kebidanan bayi baru lahir normal holistik care dan
interprofessional collaboration pada bayi Ny Y di RSUD Dr Abdul Azis
Singkawang.
d. Mampu melaksanakan evaluasi asuhan
kebidanan bayi baru lahir normal dengan holistic care dan interprofessional
collaboration pada bayi Ny Y di RSUD Dr Abdul Azis Singkawang
D. Manfaat
- Bagi Penulis
Guna menambah pengalaman dan mengasah kemampuan penulis dalam
menerapkan secara nyata ilmu yang sudah didapat mengenai Asuhan Kebidanan Pada Bayi
Baru Lahir Normal dengan Holistik Care
dengan Interprofesional Colaboration.
- Bagi Lahan Praktik
Dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktik dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan dan pelaksanan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru
Lahir Normal dengan Holistik Care dengan
Interprofesional Colaboration.
- Bagi Institusi
Pendidikan Poltekkes Kemenkes Pontianak
Sebagai sumber referensi, sumber bacaan dan bahan pengajaran terutama
yang berkaitan dengan asuhan kebidanan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir
Normal dengan Holistik Care dengan Interprofesional
Colaboration
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Normal
1. Asuhan Kebidanan
Menurut
Kemenkes RI (2016), asuhan kebidanan merupakan kegiatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada klien yang memiliki masalah atau kebutuhan pada masa
kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan keluarga berencana.
Untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas diperlukan adanya standar sebagai acuan
dalam memberikan asuhan di setiap
tingkat fasilitas pelayanan kesehatan.
Kepmenkes no 938 tahun 2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan merupakan acuan
bagi bidan dalam melaksanakan tindakan/kegiatan dalam lingkup tanggung jawab
bidan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
Standar Asuhan Kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan dan
tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa
dan atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan
asuhan kebidanan ( KMK 938 tahun 2007 ). Adapun ruang lingkupnya adalah sebagai
berikut :
a. Asuhan Kebidanan pada ibu
hamil
b. Asuhan Kebidanan pada ibu
bersalin
c. Asuhan Kebidanan pada ibu
nifas dan masa antara
d. Asuhan pada bayi
e. Asuhan pada anak balita
sehat
f. Asuhan pada masa
reproduksi
Menurut KMK no 938 tahun 2007 Standar Asuhan Kebidanan
terdiri dari 6 standar, yaitu:
1. Standar 1 : Pengkajian
a. Pernyataan standar :
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat,
relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
b. Kriteria Pengkajian:
1. Data tepat, akurat dan lengkap
2. Terdiri dari data
subyektif ( hasil anamnesa, biodata, keluhan utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan
dan latar belakang sosfrgial budaya)
3. Data objektif ( hasil
pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan penunjang )
2. Standar II : Perumusan
Diagnosa dan Masalah Kebidanan
a. Pernyataan Standar
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan
masalah kebidanan yang tepat.
b. Kriteria Perumusan
Diagnosa dan atau Masalah
1. Diagnosa sesuai dengan
nomenklatur kebidanan
2. Masalah dirumuskan sesuai
dengan kondisi klien
3. Dapat diselesaikan dengan
Asuhan Kebidanan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.
3. Standar III : Perencanaan
a. Pernyataan Standar
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan
diagnosa dan masalah yang ditegakkan.
b. Kriteria Perencanaan
1. Rencana tindakan disusun
berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien, tindakan segera, tindakan
antisipasi, dan asuhan secara komprehensif.
2. Melibatkan klien / pasien
dan atau keluarga
3. Mempertimbangkan kondisi
psikologi, sosial budaya klien / keluarga
4. Memilih tindakan yang aman
sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan evidence based dan memastikan
bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien.
5. Mempertimbangkan kebijakan
dan peraturan yang berlaku, sumberdaya serta fasilitas yang ada.
4. Standar IV : Implementasi
a. Pernyataan Standar
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara
komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada
klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dilaksanakan secara
mandiri, kolaborasi dan rujukan.
b. Kriteria
1. Memperhatikan keunikan
klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual-kultural
2. Setiap tindakan asuhan
harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya ( informed consent
)
3. Melaksanakan tindakan
asuhan berdasarkan evidence based
4. Melibatkan klien/pasien
dalam setiap tindakan
5. Menjaga privacy
klien/pasien
6. Melaksanakan prinsip
pencegahan infeksi
7. Mengikuti perkembangan
kondisi klien secara berkesinambungan
8. Menggunakan sumber daya,
sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai
9.
Melakukan tindakan sesuai standar
10. Mencatat semua tindakan
yang telah dilakukan
5. Standar V : Evaluasi
a. Pernyataan Standar
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan
berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan,
sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien
b. Kriteria Evaluasi
1. Penilaian dilakukan segera
setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien
2. Hasil evaluasi segera
dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan keluarga
3. Evaluasi dilakukan sesuai
dengan standar
4. Hasil evaluasi ditindaklanjuti
sesuai dengan kondisi klien/pasien
6. Standar VI : Pencatatan
Asuhan Kebidanan
a. Pernyataan Standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat,
singkat dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam
memberikan asuhan kebidanan.
b. Kriteria Pencatatan Asuhan
Kebidanan
1. Pencatatan dilakukan
segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia ( rekam medis
/KMS/status pasien, buku KIA)
2. Ditulis dalam bentuk
catatan perkembangan SOAP
3. S adalah data subjektif,
mencatat hasil anamnesis
4. O adalah data objektif,
mencatat hasil pemeriksaan
5. A adalah hasil analisa,
mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
6. P adalah penatalaksanaan,
mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti
tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif :
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan.
2. Bayi Baru Lahir ( BBL ) Normal
a) Pengertian
Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi
yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0 - 28 hari. BBL memerlukan
penyesuaian fisiologis berupa maturase, adaptasi (menyesuaikan diri dari
kehidupan intrauterin ke kehidupan (ekstrauterin) dan toleransi bagi BBL untuk
dapat hidup dengan baik (Marmi dkk, 2015).
Menurut Tando, N.M. (2016), bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru
lahir pada usia kehamilan genap 37-41 minggu, dengan presentasi belakang kepala
atau letak sungsang yang melewati vagina tanpa memakai alat.
Menurut Sarwono dalam buku Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir
(Sondakh,2013) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir cukup bulan, 38-42
minggu dengan berat badan sekitar 2500-3000 gram dan panjang badan sekitar
50-55 cm.
Bayi baru
lahir (BBL) normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37- 42 minggu atau 294
hari dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram, bayi baru lahir
(newborn atau neonatus) adalah bayi yang baru dilahirkan sampai dengan usia
empat minggu (Wahyuni, 2012).
b) Ciri – Ciri Bayi Baru Lahir Normal
Menurut Tando (2016) ciri-ciri bayi normal
adalah sebagai berikut :
1. Berat badan 2.500-4.000 gram.
2. Panjang badan 48-52.
3. Lingkar dada 30-38.
4. Lingkar kepala 33-35.
5. Frekuensi jantung 120-160
kali/menit.
6. Pernapasan ±40-60 kali/menit.
7. Kulit kemerah-merahan dan licin
karena jaringan subkutan cukup.
8. Rambut lanugo tidak terlihat,
rambut kepala biasanya telah sempurna.
9. Kuku agak
panjang dan lemas.
10.Genitalia, pada perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora,
dan pada laki laki testis sudah turun dan skrotum sudah ada.
11.Refleks hisap
dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
12.Refleks Moro atau gerak memeluk jika dikagetkan sudah baik.
13.Refleks
grap atau menggenggam sudah baik.
14.Eliminasi baik, mekonium keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan.
Tabel 2.1 Apgar Score
Tanda |
Nilai 0 |
Nilai 1 |
Nilai 2 |
Appearance ( warna kulit) |
Pucat/ biru
seluruh tubuh |
Tubuh merah
ekstremitas biru |
Seluruh tubuh
kemerahan |
Pulse (denyut jantung) |
Tidak ada |
< 100 |
>100 |
Grimace (tonus otot) |
Tidak ada |
Ekstremitas
sedikit fleksi |
Gerakan aktif |
Activity
(aktivitas) |
Tidak ada |
Sedikit gerak |
Langsung
menangis |
Respiration
(pernafasan) |
Tidak ada |
Lemah tidak
teratur |
Menangis |
Interpretasi :
1) Nilai 1-3 asfiksia
berat.
2) Nilai 4-6 asfiksia
sedang.
3) Nilai 7-10 asfiksia
ringan (normal).
c) Perubahan Fisiologi Bayi Baru
Lahir
Menurut Sondakh (2013) perubahan fisiologi
pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
1. Perubahan
pada sistem pernapasan
Pernapasan
pertama pada bayi normal terjadi dalam 30 detik sesudah kelahiran. Pernapasan
ini timbul sebagai akibat aktivitas normal sistem saraf pusat dan perifer yang
dibantu oleh beberapa rangsangan lainnya. Frekuensi pernapasan bayi baru lahir
berkisar 30-60 kali/menit.
2. Perubahan
sistem Kardiovaskuler
Dengan
berkembangnya paru-paru, pada alveolus akan terjadi peningkatan tekanan
oksigen. Sebaliknya, tekanan karbon dioksida akan mengalami penurunan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya penurunan resistensi pembuluh darah dari arteri
pulmonalis mengalir ke paru-paru dan ductus arteriosus tertutup.
3. Perubahan
termoregulasi dan metabolik
Sesaat sesudah
lahir, bila bayi dibiarkan dalam suhu ruangan 25 ºC, maka bayi akan kehilangan
panas melalui evaporasi, konveksi, konduksi, dan radiasi. Suhu lingkungan yang
tidak baik akan menyebabkan bayi menderita hipotermi dan trauma dingin (cold
injury).
4. Perubahan Sistem Neurologis
Sistem neurologis
bayi secara anatomik dan fisiologis belum berkembang sempurna. Bayi baru lahir
menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi, pengaturan suhu yang labil,
kontrol otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas.
5. Perubahan
Gastrointestinal
Kadar gula
darah tali pusat 65mg/100mL akan menurun menjadi 50mg/100 mL dalam waktu 2 jam
sesudah lahir, energi tambahan yang diperlukan neonatus pada jam-jam pertama
sesudah lahir diambil dari hasil metabolisme asam lemak sehingga kadar gula
akan mencapai 120mg/100mL.
6. Perubahan Ginjal
Sebagian besar
bayi berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir dan 2-6 kali sehari pada 1-2
hari pertama, setelah itu mereka berkemih 5-20 kali dalam 24 jam.
7. Perubahan Hati
Selama periode
neonatus, hati memproduksi zat yang esensial untuk pembekuan darah. Hati juga
mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang bersirkulasi, pigmen
berasal dari
hemoglobin dan dilepaskan bersamaan dengan pemecahan sel-sel darah merah.
8. Perubahan
Imun
Bayi baru
lahir tidak dapat membatasi organisme penyerang di pintu masuk. Imaturitas
jumlah sistem pelindung secara signifikan meningkatkan resiko infeksi pada
periode bayi baru lahir.
d) Asuhan bayi
baru lahir
Menurut Lyndon, Syaputra (2014) yang dimaksud dengan asuhan
bayi baru lahir adalah menjaga bayi agar tetap hangat, membersihkan saluran
nafas, mengeringkan tubuh bayi (kecuali telapak tangan), memantau tanda bahaya,
memotong dan mengikat tali pusat, melakukan IMD, memberikan suntikan vitamin
K1, memberi salep mata antibiotik pada kedua mata, memberi immunisasi Hepatitis
B, serta melakukan pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
asuhan bayi baru lahir menurut Sondakh, 2013
adalah sebagai berikut :
1. Menjaga
bayi agar tetap hangat.
Langkah awal
dalam menjaga bayi tetap hangat adalah dengan menyelimuti bayi sesegera mungkin
sesudah lahir, tunda memandikan bayi selama 6 jam atau sampai bayi stabil untuk
mencegah hipotermi.
2. Membersihkan saluran napas dengan menghisap lendir yang ada di mulut
dan hidung (jika diperlukan). Tindakan
ini juga dilakukan sekaligus dengan penilaian APGAR skor menit pertama. Bayi
normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak langsung
menangis, jalan napas segera dibersihkan.
3. Mengeringkan tubuh bayi dari cairan ketuban dengan menggunakan kain
atau handuk yang kering, bersih dan halus. Verniks akan membantu menyamankan
dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain kering
untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem, Hindari mengeringkan punggung
tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan bayi membantu bayi mencari puting
ibunya yang berbau sama.
4. Memotong dan mengikat tali pusat dengan teknik
aseptik dan antiseptik. Tindakan ini dilakukan untuk menilai APGAR skor menit
kelima. Cara pemotongan dan pengikatan tali pusat adalah sebagai berikut :
a. Klem, potong dan ikat tali pusat dua menit pasca bayi lahir.
Penyuntikan oksitosin dilakukan pada ibu sebelum tali pusat dipotong.
b. Melakukan penjepitan ke-I tali pusat dengan klem logam DTT 3 cm dari
dinding perut (pangkal pusat) bayi, dari titik jepitan tekan tali pusat dengan
dua jari kemudian dorong isi tali pusat kearah ibu (agar darah tidak terpancar
pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan ke-2 dengan
jarak 2 cm dari tempat jepitan ke-1 ke arah ibu.
c. Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi
landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali
pusat di antara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting DTT (steril)
d. Mengikat tali pusat dengan benang DTT pada satu sisi, kemudian
lingkarkan kembali benang tersebut dan ikat dengan simpul kunci pada sisi
lainnya.
e. Melepaskan klem penjepit tali pusat dan masukkan ke dalam larutan
klorin 0,5%
f. Meletakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk upaya inisisasi menyusui
dini.
5. Melakukan IMD, dimulai sedini mungkin, eksklusif selama 6 bulan
dilanjutkan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan.
Pemberian ASI pertama kali dapat dilakukan setelah mengikat tali pusat. Langkah
IMD pada bayi baru lahir adalah melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi
selama paling sedikit satu jam dan biarkan bayi mencari dan menemukan puting
dan mulai menyusui.
6. Memberikan identitas diri segera setelah IMD, berupa gelang pengenal
tersebut berisi identitas nama ibu dan ayah, tanggal, jam lahir, dan jenis
kelamin.
7. Memberikan suntikan Vitamin K1. Karena sistem pembekuan darah pada
bayi baru lahir belum sempurna, semua bayi baru lahir beresiko mengalami
perdarahan. Untuk mencegah terjadinya perdarahan pada semua bayi baru lahir,
terutama bayi BBLR diberikan suntikan vitamin K1 (phytomenadione) sebanyak 1 mg
dosis tunggal, intra muscular pada anterolateral paha kiri. Suntikan vit K1
dilakukan setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi Hepatitis B.
8. Memberi salep mata antibiotik pada kedua mata untuk mencegah
terjadinya infeksi pada mata. Salep ini sebaiknya diberikan 1 jam setelah
lahir.
9. Memberikan imunisasi Hepatitis B pertama (HB-O). Diberikan 1-2 jam
setelah pemberian vitamin K1 secara intramuscular. Imunisasi Hepatitis B
bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur
penularan ibu-bayi, harus diberikan pada
bayi usia 0-7 hari. Hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
kemudian dilanjutkan pada usia 1–6 bulan dengan interval waktu minimal 4 minggu
(Hidayat, 2008). Pemberian vaksin pada minggu pertama kehidupan (0–7 hari)
telah berhasil menurunkan perkembangan penyakit Hepatitis B secara signifikan
sehingga pemerintah menetapkan dosis pertama diberikan pada usia 0–7 hari dan
dosis berikutnya diberikan dengan interval 4 minggu (1 bulan) (Depkes RI, 2013)
10.Melakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir untuk mengetahui apakah
terdapat kelainan yang perlu mendapat tindakan segera serta kelainan yang
berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan kelahiran. Memeriksa secara
sistematis head to toe (dari kepala hingga jari kaki) antara lain :
a. Kepala: pemeriksaan terhadap
ukuran, bentuk, sutura menutup/melebar adanya caput succedaneum, cepal
hepatoma.
b. Mata: pemeriksaan terhadap perdarahan, subkonjungtiva, dan tanda-tanda
infeksi
c. Hidung dan mulut: pemeriksaan
terhadap labioskizis, labiopalatoschisis dan reflex isap
d. Telinga: pemeriksaan terhadap kelainan daun telinga dan bentuk
telinga.
e. Leher:
perumahan terhadap serumen atau simetris.
f. Dada: pemeriksaan terhadap bentuk, pernapasan dan ada tidaknya
retraksi
g. Abdomen: pemeriksaan terhadap membuncit (pembesaran hati, limpa,
tumor).
h. Tali pusat: pemeriksaan terhadap perdarahan jumlah darah pada tali
pusat, warna dan besar tali pusat, hernia di tali pusat atau selangkangan.
i. Alat kelamin: untuk laki-laki, apakah testis berada dalam skrotum,
penis berlubang pada ujung, pada wanita vagina berlubang dan apakah labia
mayora menutupi labia minora.
j. Anus: tidak terdapat atresia ani
k. Ekstremitas: tidak terdapat polidaktili dan syndaktili
e) Kunjungan
Neonatal
Kunjungan neonatal adalah kontak neonatus (0 –
28 hari) dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan
dengan syarat usia 0 – 7 hari minimal 2 kali, usia 8 sampai 28 hari minimal 1
kali (KN2) di dalam/diluar Institusi Kesehatan (DepKes
RI, 2004).
Kunjungan
neonatal adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal dua kali untuk
mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan neonatal, baik didalam maupun
diluar gedung puskesmas, termasuk bidan di desa, polindes dan kunjungan ke
rumah. Bentuk pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar
(tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan
eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan
pemberian imunisasi) pemberian vitamin K dan penyuluhan neonatal di rumah
menggunakan buku KIA (Depkes, 2004).
Kunjungan
neonatal (KN) adalah kontak neonatus dengan tenaga kesehatan minimal dua kali.
Periode kunjungan neonatal menurut Kemenkes (2020) adalah :
a. KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48
(empat puluh delapan) jam setelah lahir;
b. KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7
(tujuh) hari setelah lahir;
c. KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan
28 (dua puluh delapan) hari setelah lahir.
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bukan
merupakan kunjungan neonatus (Syarifudin, 2009). Kunjungan neonatal bertujuan
untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar,
mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi atau mengalami
masalah ( Rismintari, 2009).
Pelayanan kesehatan neonatal dasar
menggunakan pendekatan komprehensif, Manajemen Terpadu Bayi Muda untuk bidan/perawat,
yang meliputi:
1. Pemeriksaan
tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, dan berat badan rendah.
2. Perawatan
tali pusat
3. Pemberian vitamin K1 bila
belum diberikan pada hari lahir
4. Imunisasi Hepatitis B 0 bila
belum diberikan pada saat lahir
5. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk
memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA
6. Penanganan dan
rujukan kasus (Ambarwati, 2009).
f)
Perawatan Bayi Baru Lahir di Era Pandemi Covid 19
Berdasarkan Kemenkes (2020),
pedoman perawatan bayi baru lahir di era covid-19 adalah sebagai berikut :
1. Bayi baru lahir rentan terhadap infeksi virus
COVID-19 dikarenakan belum sempurna fungsi imunitasnya.
2. Bayi baru lahir dari ibu yang BUKAN ODP, PDP atau
terkonfirmasi COVID-19 tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir
(0 – 6 jam) yaitu pemotongan dan perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini
(IMD), injeksi vit K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik, dan imunisasi
Hepatitis B.
3. Bayi baru lahir dari ibu PDP, ODP atau
terkonfirmasi COVID-19 tidak dilakukan penundaan penjepitan tali pusat (Delayed
Cord Clamping), bayi dikeringkan seperti biasa, segera dimandikan setelah
kondisi stabil (tidak menunggu setelah 24 jam) dan tidak dilakukan IMD. Sementara pelayanan
neonatal esensial lainnya tetap diberikan.
4. Bayi lahir dari ibu hamil HbsAg reaktif dan
COVID-19 terkonfirmasi dan bayi dalam keadaan :
a. Klinis baik (bayi bugar) tetap mendapatkan
pelayanan injeksi vitamin K1 dan tetap dilakukan pemberian imunisasi Hepatitis
B serta pemberian HbIg (Hepatitis B immunoglobulin kurang dari 24 jam).
b. Klinis
sakit (bayi tidak bugar atau tampak sakit) tetap mendapatkan pelayanan injeksi
vitamin K1 dan tetap dilakukan pemberian HbIg (Hepatitis B immunoglobulin
kurang dari 24 jam). Pemberian vaksin Hepatitis B ditunda sampai keadaan klinis
bayi baik (sebaiknya dikonsultasikan pada dokter anak untuk penatalaksanaan
vaksinasi selanjutnya).
5. Bayi baru
lahir dari ibu dengan HIV mendapatkan ARV profilaksis, pada usia 6-8 minggu
dilakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis (IED) bersamaan dengan pemberian
imunisasi DPT-HB-Hib pertama dengan janji temu.
6. Bayi lahir
dari ibu yang menderita sifilis dilakukan pemberian injeksi Benzatin Penisilin
sesuai Pedoman Neonatal Esensial.
7. Bayi lahir
dari Ibu ODP dapat dilakukan perawatan rawat gabung di ruang isolasi khusus Covid-19.
8. Bayi lahir
dari Ibu PDP terkonfirmasi Covid-19 dilakukan perawatan di ruang isolasi khusus
Covid-19, terpisah dari ibunya (tidak rawat gabung).
9. Untuk
pemberian nutrisi pada bayi baru lahir harus diperhatikan mengenai risiko utama
untuk bayi menyusui adalah kontak dekat dengan ibu, yang cenderung terjadi
penularan melalui droplet infeksius di udara. Sesuai dengan protokol
tatalaksana bayi lahir dari Ibu terkait Covid-19 yang dikeluarkan IDAI adalah :
a. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat menyusu langsung dari
ibu dengan melaksanakan prosedur pencegahan Covid-19 antara lain menggunakan
masker bedah, menjaga kebersihan tangan sebelum dan setelah kontak dengan bayi,
dan rutin membersihkan area permukaan di mana ibu telah melakukan kontak.
b. Bayi lahir dari Ibu PDP/Terkonfirmasi Covid-19, ASI
tetap diberikan dalam bentuk ASI perah dengan memperhatikan:
1) Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan
dilakukan pembersihan pompa setelah digunakan.
2) Kebersihan
peralatan untuk memberikan ASI perah harus diperhatikan.
3) Pertimbangkan
untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi yang sehat untuk memberi ASI.
4) Ibu harus
didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik), sehingga bayi dapat menerima
manfaat ASI dan untuk menjaga persediaan ASI agar proses menyusui dapat
berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan kembali. Jika memerah ASI menggunakan
pompa ASI, pompa harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan sesuai.
5) Pada saat
transportasi kantong ASI dari kamar ibu ke lokasi penyimpanan harus menggunakan
kantong spesimen plastik. Kondisi penyimpanan harus sesuai dengan kebijakan dan
kantong ASI harus ditandai dengan jelas dan disimpan dalam kotak wadah khusus,
terpisah dengan kantong ASI dari pasien lainnya.
c. Ibu PDP dapat menyusui langsung apabila hasil
pemeriksaan swab negatif, sementara ibu terkonfirmasi COVID-19 dapat menyusui
langsung setelah 14 hari dari pemeriksaan swab kedua negatif.
10. Pada bayi
yang lahir dari Ibu ODP tidak perlu dilakukan tes swab, sementara pada bayi
lahir dari ibu PDP/terkonfirmasi COVID-19 dilakukan pemeriksaan swab dan
sediaan darah pada hari ke 1, hari ke 2 (dilakukan saat masih dirawat di RS),
dan pada hari ke 14 pasca lahir.
11. Setelah 24
jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan, pengambilan sampel
skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Idealnya waktu pengambilan sampel dilakukan pada 48 – 72 jam setelah lahir.
Untuk pengambilan spesimen dari bayi lahir dari Ibu ODP/PDP/terkonfirmasi
COVID-19, tenaga kesehatan menggunakan APD level 2. Tata cara penyimpanan dan
pengiriman spesimen sesuai dengan Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital.
Apabila terkendala dalam pengiriman spesimen dikarenakan situasi pandemi
COVID-19, spesimen dapat disimpan selama maksimal 1 bulan pada suhu kamar.
12. Pelayanan
kunjungan neonatal pertama (KN1) dilakukan di fasyankes. Kunjungan neonatal
kedua dan ketiga dapat dilakukan dengan metode kunjungan rumah oleh tenaga
kesehatan atau pemantauan menggunakan media online (disesuaikan dengan kondisi
daerah terdampak COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan penularan
COVID-19 baik dari petugas, ibu dan keluarga.
13. Periode kunjungan neonatal (KN) yaitu :
a. KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48
(empat puluh delapan) jam setelah lahir;
b. KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7
(tujuh) hari setelah lahir;
c. KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan
28 (dua puluh delapan) hari setelah lahir.
14. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru
lahir termasuk ASI eksklusif dan tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir
(sesuai yang tercantum pada buku KIA). Apabila ditemukan Pedoman Bagi Ibu
Hamil, Nifas, Bersalin, dan Bayi Baru Lahir di Era Pandemi COVID-19 - 13 tanda
bahaya pada bayi baru lahir, segera bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Khusus untuk bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), apabila ditemukan
tanda bahaya atau permasalahan segera dibawa ke Rumah Sakit.
15. Penggunaan
face shield neonatus menjadi alternatif untuk pencegahan COVID-19 di ruang
perawatan neonatus apabila dalam ruangan tersebut ada bayi lain yang sedang
diberikan terapi oksigen. Penggunaan face shield dapat digunakan di rumah,
apabila terdapat keluarga yang sedang sakit atau memiliki gejala seperti
COVID-19. Tetapi harus dipastikan ada pengawas yang dapat memonitor penggunaan
face shield tersebut.
B. Evidence Based Midwifery
Pada Asuhan Bayi Baru Lahir
Fridely (2016) tentang “Pentingnya
Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir Untuk Mengurangi Angka Kejadian
Hipotermi”. Diagnosis hipotermia dapat ditegakkan dengan pengukuran suhu baik
suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah
satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan
pengukuranya dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit. Melalui aksila
merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan, oleh karena mudah,
sederhana dan aman. Tetapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan untuk
dilakukan pertama kali pada semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes
skrining untuk kemungkinan adanya anus imperforatus (Yunanto, 2016). Metode penelitian menggunakan metode
deskriptif kuantitatif pada 183 bayi baru lahir yang dirawat pada 18 Mei 2016 –
30 Juli 2016 di RSIA Budi Kemuliaan Jakarta. Kriteria inklusi yaitu bayi yang
lahir secara sectio caesaria. Sedangkan kriteria eksklusi adalah bayi dengan
berat badan lahir rendah. Hasil penelitian bulan mei dari total 40 bayi baru
lahir terdapat 19 bayi tidak hipotermi dan 21 bayi yang hipotermi. Pada bulan
juni dari 35 bayi baru lahir terdapat 19 bayi tidak hipotermi dan 16 bayi
hipotermi. Pada bulan juli dari 108 bayi baru lahir terdapat 99 bayi tidak
hipotermi dan 9 bayi hipotermi. Kesimpulan pengukuran suhu secara berkala
terhadap bayi baru lahir sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kejadian
hipotermi sehingga dapat menurunkan pula angka kesakitan dan kematian pada bayi
baru lahir.
Negara (2017) melakukan penelitian tentang
“Perbandingan Hasil Penilaian
Awal Bayi Baru Lahir Antara Ibu
Bersalin Yang Dilakukan Dan Tidak Dilakukan Hipnosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Indihiang Kota Tasikmalaya Tahun 2017”. Tujuan
penelitian ini untuk mendapatkan perbedaan hasil nilai awal bayi baru lahir
antara ibu bersalin yang dilakukan dan tidak dilakukan hipnosis. Jenis
penelitian ini menggunakan kuantitatif, dengan desain eksperimental semu atau
quasi experiment.. Sampel pada penelitian menggunakan purposive sampling
sebanyak 48 orang. Data diperoleh dengan
menggunakan format observasi kemudian dianalisis dengan uji Mann whitney U.
Hasil penelitian diperoleh penilaian awal pada bayi baru lahir dari ibu yang
diberikan hipnosis sebagian besar termasuk baik yaitu sebanyak 21 orang
(70.8%), sedangkan bayi baru lahir dari ibu yang tidak dilakukan hipnosis
diperoleh sebagian besar termasuk baik yaitu sebanyak sebanyak 13 orang
(54.2%). Kesimpulan dari penelitian ini terdapat perbedaan hasil penilaian awal
antara ibu bersalin yang dilakukan dan tidak dilakukan hipnosis. Oleh karena
itu bidan dapat melakukan upaya pengurangan rasa nyeri pada ibu bersalin dan menghindari efek trauma
psikologi pasca bersalin serta mengurangi angka kejadian asfiksia terhadap bayi
baru lahir dengan pemberian hipnosis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Anggita Rahayu Luthfiani dan Khalifah (2015) berjudul “ Asuhan Kebidanan Pada
Bayi Baru Lahir Pada Perawatan Tali
Pusat Di BPM Ny. Indah Purwati Desa Sidokaton Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang. Metode yang digunakan
dalam studi kasus ini adalah metode penelitian kualitatif secara deskriptif
dalam bentuk studi kasus dengan pendekatan asuhan kebidanan yang meliputi
pengkajian, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hasil
penelitian didapatkan hasil bahwa dengan penatalaksanaan perawatan tali pusat
yang baik dan benar, bahwa apa yang telah direncanakan telah terlaksana sesuai
dengan keluhan dan kondisi bayi serta dievaluasi dengan hasil yang baik yaitu
tali pusat bayi terawat dengan baik dan benar, sehingga pelayanan yang
diberikan kepada klien bisa lebih bermutu dan lebih baik.
Tahun 2019 Isnaeni melakukan penelitian
tentang Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir. Pada Ny S Usia 10 Hari Di PMB Yuni
Hartini, Sukoharjo 2 . Tujuan asuhan
kebidanan bayi baru lahir yaitu untuk mendeteksi sedini mungkin komplikasi yang
terjadi pada bayi baru lahir. Dasar asuhan bayi baru lahir adalah memberikan
asuhan kebidanan secara komprehensif. Hasil pengkajian setelah dilakukan asuhan
kebidanan secara komprehensif pada Bayi
Ny. S umur 10 hari ditemukan masalah yaitu bintil—bintil pada kulit (Miliariasis)
dibagian leher dan tali pusat belum kering. Asuhan yang diberikan mencakup
keluhan dan masalah yang dialami yaitu bintil—bintil pada kulit (Miliariasis)
pada leher dan tali pusat belum kering serta asuhan yang dibutuhkan.
Setyorini (2016) melakukan penelitian
tentang Pengaruh Metode Persalinan Lotus Terhadap Adaptasi Fisiologis Bayi Baru
Lahir. Persalinan lotus adalah persalinan normal tetapi tidak memotong tali
pusat, jadi tali pusat dan plasenta masih terhubung dengan bayi sampai
mengering dan lepas dengan sendirinya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh metode persalinan lotus terhadap adaptasi fisiologis bayi
baru lahir. Metode penelitian yang digunakan eksperimen dengan pendekatan cross
sectional.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara metode persalinan lotus dengan pernafasan, sirkulasi dan
termoregulasi pada bayi baru lahir.
Reni, dkk (2018) dalam penelitiannya berjudul “Difference between Open
Care and Dry Gauze Care of Umbilical Cords on the Newborn´s Umbilical Cord
Detachment Length of Time”. Prinsip perawatan tali pusat agar tidak infeksi dan
cepat lepas adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau mengoleskan bahan
apapun ke puntung tali pusat, luka tali pusat harus dijaga tetap kering dan
bersih (Kemenkes, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
perawatan tali pusat terbuka dan kasa kering dengan lama pelepasan tali pusat
pada bayi baru lahir. Jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cohort. Teknik pengambilan sampel purposive sampling. Besar sampel 80 bayi
yaitu 40 bayi kelompok kasus dilaksanakan di Puskesmas Gajahan dan 40 responden
kelompok kontrol dilaksanakan di Rumah Sakit Amanah Ibu dan Anak yang memenuhi
kriteria restriksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden kelompok kasus
berjumlah 40 bayi dengan lama pelepasan tali pusat 1-7 hari sebanyak 31 bayi
dan 9 bayi yang >7 hari. Responden kelompok kontrol berjumlah 40 bayi dengan
lama pelepasan tali pusatnya 1-7 hari sebanyak 38 bayi dan 2 bayi yang >7
hari.. Terdapat perbedaan yang signifikan antara perawatan tali pusat terbuka
dan kasa kering dengan lama pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir. Risiko
relatif (RR) yakni sebesar 1.226. Artinya responden yang tali pusatnya dirawat
dengan perawatan terbuka memiliki peluang lama pelepasan tali pusat 1-7 hari
yakni sebesar 1.226 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tali
pusatnya dirawat dengan kasa kering.
Arlin, dkk (2016) melakukan penelitian berjudul “Pemberian
Inisiasi Menyusu Dini Pada Bayi Baru Lahir” yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Makassar Provinsi
Sulawesi Selatan pada tanggal 25
April sampai dengan 24 Juni tahun 2016. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu yang telah melahirkan pervaginam dengan bayi
sehat yang ada
di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar yang
berjumlah 135 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian yang diambil
dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili,
dalam penelitian ini
adalah semua ibu
bersalin pervaginam dengan bayi sehat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Makassar. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan
ibu dengan pemberian IMD. Tidak
ada hubungan antara sosial budaya dengan IMD.
Disarankan pada ibu
yang memiliki pengetahuan kurang
agar sesering mungkin untuk
mencari informasi mengenai
IMD, ibu juga harus senantiasa aktif untuk menanyakan pada ahli
yang mengetahui tentang
manfaat IMD. Jika hal tersebut
dilakukan maka secara otomatis ibu
akan memberikan IMD
kepada bayinya. Bagi Petugas
layanan kesehatan seharusnya lebih
aktif dalam memberikan informasi mengenai
IMD,
disamping itu hal yang
sangat penting harus
dilakukan adalah petugas harus
mendukung Inisiasi Menyusu Dini pada ibu. Bagi Ibu yang masih
terpengaruh dengan nilai-nilai sosial
budaya agar dapat lebih
dewasa dalam menyikapi
segala aspek yang dapat
menghambat pemberian IMD.
Setiani, dkk ( 2018) dalam penelitiannya
tentang Perbandingan
Lama Waktu Pelepasan Tali Pusat Yang Menggunakan Klem Umbilical Cord Dan Benang
Tali Pusat, tujuan penelitian ini adalah mengetahui Perbandingan lama waktu
pelepasan tali pusat yang menggunakan klem umbilical cord dan benang tali pusat
Di Desa Pagerageung wilayah Puskesmas Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2018. Metode penelitian menggunakan
metode quasi eksperimen yaitu suatu penelitian dengan melakukan kegiatan
percobaan (eksperimen). Berdasarkan Asuhan Persalinan Normal (APN) tahun 2016
disebutkan bahwa untuk pengikat tali pusat yaitu menggunakan benang tali pusat.
Prinsipnya perawatan tali pusat agar tidak infeksi dan cepat lepas tidak
membungkus tali pusat atau mengoleskan bahan apapun ke puntung tali pusat, luka
tali pusat harus dijaga tetap kering dan bersih (Kemenkes, 2015). Hasil
penelitian membuktikan bahwa persentase terbesar pada kelompok eksperimen
(klem umbilical cord) ataupun kontrol (benang tali pusat) yaitu memiliki lama
waktu pelepasan tali pusat dengan kategori normal. Terdapat perbedaan lama
waktu pelepasan tali pusat yang independent diperoleh ρ value kurang dari α
(0,008 < 0,05), dimana pelepasan tali pusat dengan kategori cepat lebih
banyak terdapat pada bayi yang menggunakan benang tali pusat. menggunakan klem
umbilical cord .
Adam, dkk (2016)
melakukan penelitian tentang Pemberian Inisiasi Menyusu Dini Pada Bayi Baru
Lahir diruang bersalin Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Makassar. Menurut Roesli (2010) pada hari pertama
sebenarnya bayi belum memerlukan
cairan atau makanan, tetapi dalam
usia 30 menit
harus disusukan pada ibunya,
bukan untuk pemberian nutrisi tetapi untuk
belajar menyusu atau
membiasakan menghisap puting susu
dan juga guna mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi ASI. Apabila bayi tidak
menghisap puting susu pada setengah jam setelah persalinan, prolaktin
(hormon pembuat ASI)
akan turun dan
sulit merangsang prolaktin sehingga
ASI baru akan keluar pada hari
ketiga atau lebih
dan memperlambat pengeluaran kolostrum. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan
observasi analitik yaitu penelitian
yang menjelaskan adanya hubungan antara
variabel melalui pengujian hipotesa. Metode penelitian menggunakan metode survey
dan wawancara dengan kuesioner pada
hari pertama sebenarnya
bayi belum memerlukan cairan atau makanan, tetapi pada usia
30 menit harus
di susukan pada ibunya,
bukan untuk pemberian nutrisi tetapi untuk
belajar menyusu atau
membiasakan menghisap puting susu
dan juga guna mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi ASI. Apabila bayi tidak
menghisap puting susu pada setengah jam setelah persalinan, Prolaktin (hormon pembuat
ASI) akan turun
dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada
hari ketiga atau
lebih dan memperlambat
pengeluaran kolostrum . Manfaat Inisiasi
Menyusu Dini, bayi dan
ibu menjadi lebih
tenang, tidak stres, pernafasan dan
detak jantung lebih
stabil, dikarenakan oleh kontak
antara kulit ibu
dan bayi. Sentuhan, emutan
dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oxytosin
yang menyebabkan rahim berkontraksi sehingga mengurangi
perdarahaan ibu dan membantu
pelepasan plasenta. Bayi juga
akan terlatih motoriknya
saat menyusu, sehingga mengurangi
kesulitan posisi menyusu dan mempererat hubungan ikatan ibu dan anak (JNKPK-KR,
2013). Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan
ibu dengan pemberian IMD. Terdapat hubungan
yang signifikan antara dukungan
petugas kesehatan dengan pemberian IMD.
Tidak ada hubungan
antara sosial budaya dengan IMD.
Asiyah, Nor (2017) melakukan
penelitian tentang Perawatan Tali Pusat Terbuka Sebagai Upaya Mempercepat Pelepasan
Tali Pusat. Sebagian besar infeksi bayi baru lahir adalah Tetanus neonatorum
yang ditularkan melalui tali pusat, karena pemotongan dengan alat tidak suci
hama, infeksi juga dapat terjadi melalui pemakaian obat, bubuk, talk atau
daun-daunan yang digunakan masyarakat dalam merawat tali pusat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tehnik perawatan tali pusat yang sesuai agar
mempercepat proses pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian quasi eksperimen design dengan perlakuan perawatan
tali pusat terbuka pada kelompok perlakuan dan perawatan tali pusat tertutup
pada kelompok kontrol. Analisis data menggunakan. mannwhitney. Hasil yang
diperoleh pada kelompok perawatan tali pusat terbuka, pelepasan tali pusat lebih
cepat dengan nilai significancy 0.022. Pada metode perawatan tali pusat terbuka
terdapat 1 (5%) bayi yang tali pusatnya lepas >7 hari. Sementara itu, pada
metode perawatan tali pusat tertutup terdapat 6 (30%) bayi yang tali pusatnya
lepas >7 hari. Karena pvalue < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan bermakna lama pelepasan tali pusat antara perawatan tali pusat
terbuka dengan perawatan tali pusat tertutup.
BAB
III
MANAJEMEN
KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR / NEONATUS
No Register : 506567
I. Pengkajian
A. Data Subjektif (Anamnesa)
Pada
tanggal : 12-7-2020 Pukul :
04.00
1. Identitas
Nama bayi : By Ny Yuliana
Anak ke : 3
Umur bayi :
30 menit
Tgl / jam lahir :
12-7-2020 / 03.30 WIB
Jenis kelamin :
Laki-laki
Berat badan :
3215 gram
Panjang badan :
49 cm
Nama Ibu : Yuliana
Nama
Suami :
Budi
Umur : 25 tahun
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Agama : Islam.
Suku / Bangsa :
Melayu Suku / Bangsa: Melayu
Pendidikan :
SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pekerjaan : Petani
Alamat Kantor :
- Alamat Kantor: -
Alamat Rumah : Jl Yos Sudarso no 6 Singkawang
a.
Riwayat Kehamilan Ini
Pemeriksaan Ante Natal
- Trimester I
ANC : Teratur / Tidak Frekuensi : 3 X,
oleh : Bidan
Keluhan : Mual dan muntah
- Trimester II
ANC : Teratur / Tidak Frekuensi : 3
X, oleh
: Bidan
Keluhan : sering kencing
- Trimester III
ANC : Teratur / Tidak Frekuensi : 3
X, oleh
: Bidan
Keluhan : sering kencing, sakit
pinggang
Imunisasi TT :
2.X
HPHT :
7-10-2019 TP : 14-7-2020
Golongan darah ibu :
A
Golongan darah ayah : O
Kebiasaan saat hamil
- Makanan :
tidak memilih makanan tertentu
- Obat-obatan /
Jamu : tidak ada
- Merokok
lain-lain : tidak ada
b.
Riwayat Penyakit Kehamilan
Perdarahan : tidak pernah
Pre ekslampsi : tidak
Ekslamsi : tidak
Penyakit kelamin : tidak
Lain-lain : -
c.
Riwayat Persalinan Sekarang
Jenis persalinan : spontan
Usia kehamilan : 39 minggu 5 hari
Ditolong oleh : Bidan
Lama persalinan :
Kala I : 7 Jam
Kala II : 30
Menit
Ketuban
- Pecah : Spontan / Amniotomi
- Warna : Putih keruh Bau / Tidak
- Jumlah : 300.cc
Pengobatan / anastesi selama persalinan
: tidak ada
Komplikasi persalinan
- Ibu : Non Reaktif
Keadaan Bayi Baru Lahir
Nilai APGAR
KRITERIA |
1 MENIT |
5 MENIT |
1. Denyut
jantung |
2 |
2 |
2. Usaha
bernafas |
2 |
2 |
3. Tonus
otot |
1 |
2 |
4. Refleks |
2 |
2 |
5. Warna
kulit |
2 |
2 |
TOTAL |
9 |
10 |
Resusitasi
Pengisapan lender : Tidak / Ya Rangsangan : Tidak / Ya
Ambu : Tidak / Ya Lamanya : - .menit
Message jantung : Tidak / Ya Lamanya : - .menit
Intubasi endotgakeal:
Tidak / Ya Lamanya :
- menit
Oksigen : Tidak / Ya Lamanya : -
menit
Terapi : Tidak / Ya Lamanya : - .menit
Keterangan : Tidak / Ya Lamanya : -
menit
B.
Data Objektif
1. Keadaan
umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Panjang badan : 49 cm
Berat badan sekarang : 3215 gram
2. Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 130 x / menit Sifat :
teratur Pukul :
04.10
Pernafasan : 56 x / menit Sifat
: teratur Pukul : 04.12
Suhu axilla :
36.8oC Pukul
: 04.15
3. Pemeriksaan fisik
Kepala : caput +
Muka : simetris, normal
Ubun-ubun :
datar
Mata :
Simetris, reflek pupil positif
Telinga :
Simetris, tidak ada secret
Mulut :
Reflek menghisap baik
Hidung :
Gerakan pernafasan tanpa hambatan
Leher :
Terdapat reflek tonic neck
Dada :
Bunyi jantung, lub dub, frekuensi jantung
130 kali/menit
Tali pusat :
segar, basah
Punggung : Tidak
ada benjolan
Ekstremitas : Tidak
terdapat polidaktili dan sindaktili, terdapat reflek
Babysky (kaki) dan
reflek moro dan grasping ( tangan )
Genitalia : Terdapat scrotum, penis berlubang
Anus :
ada, berlubang
1.Refleks
Refleks Moro : positif
Refleks Rooting : positif
Refleks Walking : positif
Refleks Graphs / Plantar : positif
Refleks Sucking : positif
Refleks Tonic Neck : positif
2.Antropometri
Lingkar kepala : 33 cm.
Lingkar dada : 35 cm
Eliminasi
Miksi : Sudah / Belum Warna
: kuning , normal
Tanggal : 12-7-2020
Pukul : 03.25
Mekonium: Sudah / Belum Warna
: - Tanggal
: - Pukul : -
3.Pemeriksaan Laboratorium
Hb : - mg / dl Ht:
-%
: - Bilirubin : - mg / dl
GDS : - mg / dl Gol.Darah : -. Rh : -
Lain-lain : -
II. Analisa
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan,
usia 30 menit
III. Penatalaksanaan
1.
Memberitahukan hasil pemeriksaan bahwa bayi ibu laki-laki
lahir jam 03.30 WIB, BB 3215 gram, PB 49 cm,anus ada, bayi normal dan sehat.
2.
Menjaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat,selimuti bayi
dengan handuk bersih dan hangat.
3.
Bersihkan muka bayi. e/ Bayi menangis kuat.
4.
Mengeringkan tubuh bayi dari cairan ketuban dengan menggunakan
handuk yang kering, bersih dan halus. e/ bayi diletakkan diperut ibu
5.
Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain kering untuk
menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem, Hindari mengeringkan punggung
tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan bayi membantu bayi mencari puting
ibunya yang berbau sama. e/ bayi di selimuti dengan lampin
6.
Memotong dan mengikat tali pusat dengan benang tali pusat. e/
tali pusat segar dan tidak terjadi perdarahan
7.
Melakukan IMD dengan melakukan kontak kulit ibu dengan kulit
bayi. e/ Menit ke empat puluh bayi menemukan puting dan mulai menyusui.
8.
Memberikan identitas diri segera setelah IMD, berupa gelang
pengenal berisi identitas nama ibu, nomor rekam medis , tanggal dan jam lahir serta jenis kelamin. e/ menggunakan
gelang identitas warna pink
9.
Menjelaskan dan meminta persetujuan pada ibu tentang
pemberian suntikan Vitamin K1 yang tujuannya untuk mencegah terjadinya
perdarahan pada semua bayi baru lahir dan disuntikkan pada paha kiri, pemberian
salep mata untuk mencegah terjadinya infeksi pada mata serta pemberian suntikan
HB 0 untuk mencegah infeksi Hepatitis B. e/ ibu dan suaminya menandatangani
formulir persetujuan tindakan.
10. Memberitahu ibu untuk
memberikan injeksi Vit K1 pada bayi, 1 jam setelah bayi lahir dengan dosis tunggal
1 mg diberikan secara intramuskuler pada
anterolateral paha kiri. e/ diberikan
jam 04.30 Wib
11. Memberitahu ibu untuk
memberikan salep mata gentamisin pada bayi 1 jam setelah bayi lahir.e/
diberikan jam 04.31 Wib
12. Melakukan perawatan tali pusat.
e/ perawatan tali pusat terbuka
13. Memberitahukan pada ibu
untuk memberikan suntikan Hepatitis B pertama (HB-O). e/ jam 05.30 Wib
14. Memakaikan pakaian pada
bayi dan melakukan bounding. e/ bayi rawat gabung penuh
13.
Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang
- pentingnya memberikan ASI saja pada
bayi selama 6 bulan
- Perawatan tali pusat
terbuka yaitu dengan tidak mengoleskan/memberi apapun pada tali pusat
- Tidak memberikan bedak
pada bayi untuk mencegah iritasi kulit
e/ ibu dan keluarga mengerti dan akan mengikuti apa
yang disampaikan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengkajian bayi Ny Y
normal, lahir segera menangis jam
03.30 Wib, jenis kelamin laki-laki, BB
Sangat penting melakukan pengukuran suhu bayi secara berkala untuk
mengurangi kejadian hipotermi pada bayi baru lahir. Menurut (Yunanto,2008)
diagnosis hipotermia dapat ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh
atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu
petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukuranya
dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit. Melalui aksila merupakan
prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan, oleh karena mudah, sederhana dan
aman. Tetapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan untuk dilakukan
pertama kali pada semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining untuk
kemungkinan adanya anus imperforatus. Sesuai dengan penelitian Fridely (2016)
tentang Pentingnya Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir Untuk
Mengurangi Angka Kejadian Hipotermi. Hasil penelitian bulan mei dari total 40
bayi baru lahir terdapat 19 bayi tidak hipotermi dan 21 bayi yang hipotermi.
Pada bulan juni dari 35 bayi baru lahir terdapat 19 bayi tidak hipotermi dan 16
bayi hipotermi. Pada bulan juli dari 108 bayi baru lahir terdapat 99 bayi tidak
hipotermi dan 9 bayi hipotermi. Dapat disimpulkan bahwa pengukuran suhu secara
berkala terhadap bayi baru lahir sangat berpengaruh terhadap penurunan angka
kejadian hipotermi sehingga dapat menurunkan pula angka kesakitan dan kematian
pada bayi baru lahir. Dalam hal ini tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktek, tidak terjadi hypothermia pada bayi.
Pada penatalaksanaan dilakukan pengikatan
tali pusat dengan benang tali pusat dan melakukan perawatan tali pusat terbuka.
Menurut Asuhan Persalinan Normal (APN)
tahun 2016 , pengikat tali pusat yaitu menggunakan benang tali pusat. Prinsip
perawatan tali pusat agar tidak infeksi dan cepat lepas adalah dengan tidak
membungkus tali pusat atau mengoleskan bahan apapun ke puntung tali pusat, luka
tali pusat harus dijaga tetap kering dan bersih (Kemenkes, 2015). Sesuai dengan
penelitian Reni, dkk (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa responden yang tali pusatnya dirawat dengan
perawatan terbuka memiliki peluang lama pelepasan tali pusat 1-7 hari yakni
sebesar 1.226 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tali pusatnya
dirawat dengan kasa kering. Setiani, dkk ( 2018)
dalam penelitiannya tentang Perbandingan Lama Waktu Pelepasan Tali Pusat
Yang Menggunakan Klem Umbilical Cord Dan Benang Tali Pusat membuktikan bahwa
pelepasan tali pusat dengan kategori cepat lebih banyak terdapat pada bayi yang
menggunakan benang tali pusat. Tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek,
Segera dilakukan IMD. Menurut Roesli
(2010), pada hari pertama
sebenarnya bayi belum memerlukan
cairan atau makanan, tetapi dalam
usia 30 menit
harus disusukan pada ibunya,
bukan untuk pemberian nutrisi tetapi untuk
belajar menyusu atau
membiasakan menghisap puting susu
dan juga guna mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi ASI. Apabila bayi tidak
menghisap puting susu pada setengah jam setelah persalinan, prolaktin
(hormon pembuat ASI)
akan turun dan
sulit merangsang prolaktin sehingga
ASI baru akan keluar pada hari
ketiga atau lebih
dan memperlambat pengeluaran kolostrum. Edukasi sangat
berpengaruh terhadap perubahan pengetahuan.
Perilaku menyusui bayi sendiri
dianggap sebagian orang sebagai tingkah laku yang tradisional.
Pengetahuan ibu tentang IMD sangat penting. Banyak ibu tidak mengetahui tentang
manfaat IMD. Adam, dkk (2016)
melakukan penelitian tentang Pemberian Inisiasi Menyusu Dini Pada Bayi Baru
Lahir di Ruang Bersalin Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Makassar. Hasil penelitian membuktikan
bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara
pengetahuan ibu dan dukungan petugas kesehatan terhadap pemberian IMD, namun
terbukti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sosial budaya dengan IMD.
Segera setelah dilakukan IMD, diberikan
injeksi Vit K1 secara intramuskular dan memberikan salep mata gentamisin. Hal
ini sesuai antara teori dan praktek. Menurut Sondakh (2013) karena sistem
pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna, semua bayi baru lahir
beresiko mengalami perdarahan. Untuk mencegah terjadinya perdarahan pada semua
bayi baru lahir, terutama bayi BBLR diberikan suntikan vitamin K1
(phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis tunggal diberikan secara intramuskular di anterolateral paha kiri dan
diberikan setelah proses IMD (1 jam pasca lahir) dan sebelum pemberian
imunisasi Hepatitis B. Memberi salep mata antibiotik pada kedua mata untuk
mencegah terjadinya infeksi pada mata. Salep ini juga diberikan 1 jam setelah
lahir.
Injeksi HB 0
diberikan 1-2 jam setelah pemberian injeksi Vit K 1. Hepatitis B diberikan
dalam waktu 12 jam setelah lahir, kemudian dilanjutkan pada usia 1–6 bulan
dengan interval waktu minimal 4 minggu (Hidayat, 2008). Menurut Depkes RI (2013), pemberian vaksin
pada minggu pertama kehidupan (0–7 hari) telah berhasil menurunkan perkembangan
penyakit Hepatitis B secara signifikan sehingga pemerintah menetapkan dosis
pertama diberikan pada usia 0–7 hari dan dosis berikutnya diberikan dengan
interval 4 minggu (1 bulan) . Dalam hal ini, tidak terdapat kesenjangan antara
teori dan praktek.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tanggal 12 Juli 2020 By Ny Y laki-laki,
lahir segera menangis jam 03.30 WIB, BB
3215 gram, PB 49 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 35 cm, anus ada, suhu 36.8oC
, bayi normal
dan sehat. Menjaga agar bayi tetap hangat, keringkan tubuh bayi, bersihkan muka
bayi kecuali telapak tangan, potong tali pusat dan ikat dengan benang tali
pusat. Melakukan IMD, menit ke 40 bayi mulai menyusu. Memberikan injeksi vit
K1, salep mata gentamicin serta injeksi Hb 0. Melakukan perawatan tali pusat
terbuka. Tali pusat segar dan tidak terjadi hypotermi.
B. Saran
1.
Bagi Mahasiswa
Diharapkan penulis dapat mengerti
mengenai asuhan kebidanan bayi baru lahir fisiologis dan holistik, mampu
menganalisa keadaan pada bayi baru lahir dan mengerti tindakan segera yang
harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
2.
Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi lahan praktek dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan pelaksanan Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir fisiologis dan
holistik sesuai standar pelayanan.
3.
Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes Pontianak
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa
dijadikan sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran
terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir fisiologis
dan holistic
DAFTAR PUSTAKA
Adam,
dkk, (2016). Pemberian Inisiasi Menyusu Dini Pada Bayi Baru Lahir. JURNAL : Jurnal
Kesehatan MANARANG Volume 2, Nomor 2, Desember 2016
Arlin, dkk,
2016. Pemberian
Inisiasi Menyusu Dini Pada Bayi Baru Lahir.Jurnal Jurnal Kesehatan Manarang Volume 2, Nomor 2, Desember
2016 ISSN: 2528-5602
Asiyah, Nor
(2017). Perawatan Tali Pusat Terbuka Sebagai Upaya Mempercepat Pelepasan Tali
Pusat. JURNAL : Indonesia Jurnal Kebidanan. Vol. I No.I (2017) 29-36
Depkes RI,
2013. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.
Jakarta : Depkes RI
Dinkes, 2019. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018 .
Pontianak
Fridely, P.V. 2016. Pentingnya
Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir Untuk Mengurangi Angka Kejadian
Hipotermi. Jurnal Ilmiah Bidan,
Vol.Ii, No.2
Hidayat, B.
& Pujianto, P, 2008. Hepatitis B.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
Isnaeni, 2019.
Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada Ny S Usia 10 Hari Di PMB Yuni Hartini,
S.St., M.Kes Sukoharjo 2 Tahun 2019.LAPORAN KASUS . Lampung : Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Kemenkes,
2015. Kesehatan dalam Kerangka
Sistainable Development Goals (SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kemenkes,
2020. Pedoman Bagi Ibu Hamil, Bersalin,
Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Di Era Pandemi Covid-19. Jakarta : Kemenkes RI
Kemenkes, 2016. Profil
Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Lutfiani, A.R.
dan Kolifah, 2015. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir
Pada Perawatan Tali Pusat Di BPM Ny. Indah Purwati.Sst.M.M.Kes Desa Sidokaton Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang. LAPORAN KASUS.
Jombang: Stikes Pemkab Jombang
Lyndon , Saputra.
2014. Pengantar Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Tangerang Selatan
: Binarupa Aksara
Marmi K, R,
2015. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Negara,A.A.
2017. Perbandingan Hasil Penilaian
Awal Bayi Baru Lahir Antara Ibu
Bersalin Yang Dilakukan Dan Tidak Dilakukan Hipnosis. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 17 Nomor 2
Reni, dkk ,
2018. Difference between Open Care and Dry Gauze Care of Umbilical Cords on
the Newborns’ Umbilical Cord Detachment Length of Time. Jurnal Placentum Jurnal Ilmiah Kesehatan
dan Aplikasinya, Vol.6(2) 2018
Setiani, dkk . 2018. Perbandingan Lama Waktu
Pelepasan Tali Pusat Yang Menggunakan Klem Umbilical Cord Dan Benang Tali Pusat. JURNAL : Jurnal Bidan “Midwife Journal” Volume 5 No. 01,Jan 2019
Setyorini,
Satino, 2016. Pengaruh Metode Persalinan
Lotus Terhadap Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, Volume 4, No 2,November 2015, hlm 82-196
Sondakh, Jenny J.S, 2013. Asuhan
Kebidanan Persalinan &Bayi Baru Lahir. Jakarta: Erlangga
Tando, N.M, 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi & Anak
Balita. Jakarta : ECG
Wahyuni, S.
2012. Asuhan Neonatus, Bayi & Balita.
Jakarta: EGC.
World Health
Organization, 2016. Maternal Mortality.
In: Reproduction Health and Research, Editor. Geneva: World Health
Organization
.