Tugas Kelompok Perkembangan Etnis Tionghoa di Singkawang

Latar belekang
Di kalimantan barat khususnya di Singkawang terdapat lima etnis yaitu  Dayak, Melayu, Cina, Madura dan Jawa. Dua kelompok etnik pertama merupakan penduduk asli-mayoritas, sedangkan tiga kelompok etnik berikutnya merupakan pendatang-minoritas.
Sultan-sultan yang ahli berdagang ini kemudian mendatangkan kelompok Cina dari Brunei untuk bekerja sebagai penambang emas di wilayahnya. Migran Cina dari Brunei ini kemudian bertambah karena adapula migran Cina yang langsung datang dari negeri Cina. Mereka ini umumnya penganut Kong Hucu dan Budha. Mereka juga cenderung hidup dalam suatu pemukiman yang ekslusif di area pedalaman tertentu di sekitar pertambangan emas, utamanya di Monterado dan Mandor.

Kemerdekaan dan politik luar negeri Indonesia di masa Orde Lama, membuat Cina menjadi lebih berkembang. Mereka bukan hanya menguasai ekonomi, melainkan juga mulai masuk dan berperan dalam bidang sosial-politik. Tidak lama Dayak menguasai birokrasi pemerintahan. Seiring dengan pergantian rezim dan perubahan politik luar-negeri Indonesia, pemerintah pusat membatasi aktivitas tokoh Dayak dalam politik dan pemerintahan, dan menggantikannya dengan pejabat militer yang berasal dari Jawa. Dayak berusaha mengadakan koptasi, namun gagal.

Peralihan Orde Lama ke Orde Baru merupakan masa yang paling menyakitkan bagi Cina. Mereka bukan hanya kehilangan posisinya secara ekonomi dan politik, melainkan juga harus kehilangan materi dan nyawa. Tiga kelompok etnik yang relatif beruntung adalah Melayu, Jawa dan Madura. Belajar dari sejarah, secara perlahan Melayu berhasil kembali menguasai birokrasi tingkat menengah ke bawah. Kendati perannya secara politik tidak besar, Jawa dan Madura berhasil memperbaiki posisinya sedemikian sehingga pemerintah, militer, dan parpol terpaksa harus memperhatikan kepentingannya dalam beberapa urusan tertentu.

Orde Baru adalah masa kontemplasi dan konsolidasi bagi Dayak dan dalam batas tertentu, Cina. Dalam masa panjang itu, mereka berusaha semakin menguatkan identitas etnik mereka dengan mengontraskan perbedaan antara Dayak, Cina dengan Melayu. Mereka mengidetifikasi dirinya sebagai Kristen, penduduk asli, mayoritas, namun dijajah oleh Melayu yang mereka anggap sebagai Islam, pendatang dan minoritas. Sejak tahun 1980-an, mereka mendirikan berbagai organisasi sosial-politik dan ekonomi yang berusaha memberdayakan kelompok etniknya. Secara khusus, ada 2 kelompok yang paling berpengaruh; Pancur Kasih (1981), dan Dewan Adat Dayak Kanayatn (1985). Beberapa belas tahun kemudian, pemberdayaan tersebut berhasil mentransformasikan dirinya sebagai suatu gerakan politik. Pada tahun 1994, Dayak terus mengembangkan organisasi sosial kemasyarakatan (Majelis Adat Dayak) yang secara masif, asertif dan konfiden dalam memperjuangkan kepentingannya, bukan hanya dalam politik, melainkan juga sosio-kultural. Mereka memaksa kelompok etnik lainnya untuk menundukan diri kepada hukum adat.

Melayu awalnya tidak mempedulikan gerakan politik ini. Namun, setelah peristiwa kekerasan Sanggau Ledo tahun 1997, yang menyebabkan Dayak masih asertif dan diatas angin, Melayu kemudian bereaksi. Pada tahun 1998, Melayu mendirikan sebuah organisasi sosial kemasyarakatan, Majelis Adat dan Budaya Melayu (MABM). Mereka yang berasal dari kelompok etnik terakhir ini memberikan tanggapan dengan menegaskan bahwa mereka juga merupakan penduduk asli, mayoritas dan juga mengembangkan konsepsi bahwa Dayak dan Melayu adalah saudara, dan bahwa menjadi Islam tidak berarti Dayak kehilangan identitasnya. Lebih jauh Melayu juga mengembangkan berbagai organisasi etnik Kemelayuan dan hukum adat Melayu. Setelah kalah dalam pemilihan bupati di beberapa kabupaten, mereka akhirnya berhasil menambah jumlah orang Melayu sebagai bupati sedemikian sehingga jumlah mereka relatif seimbang. Dalam era kebijakan Otda, puncaknya mereka berhasil menguasai jabatan gubernur pada akhir 2002
.

Pembagian wilayah Kalbar kedalam 6 kabupaten bertahan hingga akhir tahun 1990-an, walaupun gejala tuntutan untuk mendirikan kabupaten tersendiri telah ada sejak akhir tahun 1950-an dan semakin menguat pada tahun 1980-an. Gejolak sosial politik karena ekpresi kekecewaan para elit politik ini muncul tidaklah menyolok, akan tetapi ditampilkan dalam bentuk perlawanan-perlawanan dengan kekerasan antar kelompok etnik utama diatas; Dayak, Melayu, Cina dan Madura. Anehnya, area kekerasan juga hanya terjadi di Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Sambas, dua kabupaten yang dulunya merupakan kerajaan besar dan berpengaruh, Kerajaan Sambas dan Kerajaan Mempawah. Di teritori dua kerajaan ini, juga ada 4 federasi Cina yang amat berpengaruh, Federasi Fatsjoen di Monterado (wilayah Kerajaan Sambas) dan Federasi Lan Fang di Mandor (wilayah Kerajaan Mempawah).Untuk sementara waktu, tidak ditemukan kekerasan antar kelompok etnik yang melibatkan kelompok Jawa.

Pemerintah baru memenuhi tuntutan itu pada akhir tahun 1990-an, dan tahun 1999 baru direalisasikan. Ada dua kabupaten yang dimekarkan saat itu; Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak. Kabupaten Sambas dimekarkan menjadi dua, yakni Kabupaten Bengkayang selain Sambas itu sendiri. Kabupaten Pontianak dimekarkan menjadi dua, yakni Kabupaten Landak dan Kabupaten Pontianak itu sendiri. Sehingga sejak saat itu, Kalbar memiliki 9 kabupaten dan 1 kotamadya; Pontianak, Kabupaten Pontianak, Sambas, Bengkayang, Landak, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu dan Ketapang. Hingga awal tahun 2003, jumlah kabupaten terus bertambah menjadi 10 karena Singkawang ditingkatkan statuisnya menjadi satu kota tersendiri. Pemekaran daerah ini menarik, disatu pihak pemerintah seakan semakin mengaku eksistensi teritori swapraja masa lalu.

\     Sub  masalah
Bagaimana perkembangan etnis tionghua di Singkawang
     
          Subyek
Subyek yang akan kelompok kami teliti adalah masyarakat tionghua di Singkawang.






Daftar wawancara


Pertanyaan      : siang pak, dengan bapak siapa?
Jawaban          : siang, saya aliong ada apa ya!
Pertanyaan      : apakah bapak penduduk sini (Singkawag)???
Jawaban          : oh ya, saya orang sini, saya sudah tinggal di sini sejak tahun 1964, karna orang tua saya orang sini juga
Pertanyaan      : oh begitu ya pak, jadi saya mau tanya tentang perkembangan warga cina (tonghoa) di kota Singkawang ini pak, apakah bapak tahu tentang sejarah kedatangan orang tiongho(cina) hingga sampai saat ini orang tionghoa(cina) di Singkawang sangat banyak dan juga berkembang
Jawaban          : kalau sejarah tentang datang nya bangsa kami ke Singkawang ini saya tidak begitu tahu secara mendalam, tetapi saya dulu pernah diceritakan oleh orang tua saya dulu saat saya masih muda, menurut cerita yang saya tahu dan dengar begini jaman dulu orang cina itu berdagang ke Indonesia karna orang cina pada dasarnya adalah pedagang mereka menyebrangi laut dari cina ke Kalimantan ini untuk berdagang.
 Pertanyaan     : jadi awal oaring cina datang itu berawal dari hubungan dagang, kalau boleh tahu kapan awlanya kedatangan cina itu sendiri
Jawaban          : yang saya tahu sekitaran abad ke III, kemudian orang cina ini berbaur dan membuat hubungan dengan kerajaan sambas, mempawah, begitulah awalnya, sekitaran abad ke 17 raja semakin banya oaring cina yang datang ke sini, terutama di Mentrado mereka datang untuk menambang emas disana untuk kepentingan sultan Sambas, sultan Sambas awalnya memperkerjakan warga pribumi yaitu dayak dan melayu, tetapi hasilnya kurang memuaskan bagi sultan sambas, sehingga ada inisiatif dari sultan sambas untuk mendatangkan orang cina ke Mentrado sebagai penambang emas dan hasilnya lebih banyak dan memuaskan sultan sambas karna orang cina sendiri lebih tahu dan pandai dalm menambang emas. Sekitar awal abad 20 karena di Tiongkok (Cina) terjadi perang saudara, imigrasi besar-besaran orang Cina kembali terjadi dengan daerah tujuan Semenanjung Malaya, Serawak dan Kalimantan Barat. Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Demikianlah kemudian karena beberapa faktor, masyarakat cina semakin ramai saja memasuki Kalimantan Barat khususnya Singkawang. Walaupun telah terjadi beberapa konflik yang melibatkan masyarakat cina baik dengan orang melayu maupun dayak, namun masyarakat cina terus maju dan berkembang di Singkawang hingga sekarang. Masyarakat cina dengan harmonis hidup berdampingan dengansuku lainnya yang ada di Singkawang.   Bahkan saat ini tradisi dan kebudayaan cina telah sejajar dengan kebudayaan dua suku lainnya yang menghuni mayoritas Kota Singkawang yaitu Melayu dan Dayak.

                       
Pertanyaan      : oh begitu ya pak, terimakasih pak atas wawancaranya dan informasinya
Jawaban          : ya sama-sama……


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »